Bertepatan dengan peringatan Hari Ayah Nasional, yang jatuh pada Setiap 12 November, fenomena bapak rumah tangga (stay-at-home dads) semakin menarik perhatian, didorong oleh perubahan ekonomi dan sosial-budaya saat ini.
Definisi seorang ayah sebagai bapak rumah tangga biasanya merujuk pada ayah yang memiliki anak di bawah umur, tidak bekerja, dan memiliki pasangan atau istri yang bekerja.
Adapun anak di bawah umur menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, yakni seseorang yang belum mencapai usia dewasa, yang secara hukum umumnya ditetapkan pada usia 18 tahun. Istilah ini sering digunakan untuk merujuk pada anak-anak dan remaja yang belum mencapai usia legal untuk bertanggung jawab penuh atas tindakan mereka dan memiliki perlindungan hukum khusus.
Meskipun jumlah ayah yang mengambil peran pengasuhan penuh waktu (atau sebagian besar waktu) meningkat di beberapa negara Barat, studi mendalam menunjukkan bahwa perubahan peran gender dalam rumah tangga masih dibayangi oleh stigma sosial, tekanan psikologis, dan ketimpangan dalam pembagian kerja domestik.
Lantas bagaimana fenomena bapak rumah tangga di negara-negara maju?
Australia
Menurut laporan Australian Institute of Family Studies (AIFS), keluarga dengan bapak rumah tangga di Australia sangat beragam, mulai dari yang sedang mencari pekerjaan hingga yang memang memilih fokus pada pengasuhan anak, sementara pasangan mereka bekerja penuh waktu.
Namun, pola pembagian kerja di rumah belum sepenuhnya setara. Meski bapak rumah tangga menghabiskan lebih banyak waktu untuk pengasuhan, para ibu tetap memikul porsi terbesar dalam pekerjaan rumah tangga dan perawatan anak.
Data AIFS menunjukkan bahwa ketika ayah berperan sebagai kepala rumah tangga atau pencari nafkah utama, ayah menghabiskan rata-rata 48 jam/minggu untuk bekerja, 15 jam untuk pekerjaan rumah, dan 13 jam untuk pengasuhan.
Sebaliknya, ketika ibu memegang kendali sebagai kepala rumah tangga, ibu menghabiskan 21 jam/minggu untuk bekerja, 30 jam untuk pekerjaan rumah, dan 28 jam untuk pengasuhan anak.
Dengan kata lain, bapak rumah tangga memang lebih terlibat dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak dibandingkan ayah pekerja penuh, tetapi belum sepenuhnya menggantikan peran pengasuhan seperti ibu rumah tangga. Maka dari itu, istilah “Mr. Mum” yang merupakan label untuk bapak rumah tangga di Australia, masih lebih simbolik daripada realitas sosial.
Amerika Serikat
Fenomena serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Menurut National Fatherhood Initiative, jumlah bapak rumah tangga terus meningkat dan mencapai rekor tertinggi pada tahun 2021. Peningkatan ini didorong oleh guncangan ekonomi besar seperti Resesi 2007–2009 dan pandemi COVID-19 yang memaksa banyak ayah tinggal di rumah karena kehilangan pekerjaan atau kebutuhan bekerja dari rumah.
Namun, dukungan publik terhadap peran ini masih bersifat kondisional. Masih menurut National Fatherhood Initiative, penelitian yang mereka lakukan dengan mengobservasi berbagai pemberitaan dari tahun 1987-2016, disimpulkan bahwa pemberitaan tentang bapak rumah tangga memang menjadi lebih positif seiring waktu. Namun, dukungan yang meningkat terhadap peran ini masih bersyarat. Ayah yang kehilangan pekerjaan karena pengangguran yang tidak disengaja, misal akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dipandang dengan simpati, terutama sejak Resesi Besar tahun 2007-2009. Tetapi ayah yang sebenarnya mampu bekerja, namun memilih tinggal di rumah untuk mengurus anak, tetap digambarkan secara negatif.
Dengan demikian, peningkatan jumlah bapak rumah tangga di Amerika Serikat lebih merupakan respons sementara terhadap ketidakpastian ekonomi, bukan hasil dari perubahan mendasar dalam ideologi gender.
Inggris
Di Inggris, meski peran bapak rumah tangga kian meningkat, namun tetap terjadi ketimpangan antara peran laki-laki dan perempuan di dalam rumah tangga.
Menurut laporan BBC tahun 2022, sebanyak 45% perempuan yang berperan sebagai pencari nafkah utama masih melakukan sebagian besar pekerjaan rumah, dibandingkan hanya 12,5% laki-laki dengan peran yang sama.
Rata-rata, perempuan pencari nafkah menghabiskan waktu setara satu hari kerja penuh hanya untuk mengurus rumah, di luar pekerjaan purna waktu (full time) mereka.
Suara dari Dalam Rumah Tangga
Peran perempuan sebagai pencari nafkah utama (breadwinner mother) dan laki-laki sebagai bapak rumah tangga semakin umum di tengah perubahan ekonomi global. Namun, studi mendalam menunjukkan bahwa status ini membawa konsekuensi emosional dan psikologis yang kompleks.
Survei yang dilakukan Chesley (2017) dalam Journal of Family Issues, pengalaman ibu sebagai penyedia keuangan utama keluarga bersifat paradoks. Di satu sisi, peran ini membawa validasi diri yang positif, di sisi lain, menciptakan stres dan tuntutan yang berlipat ganda.
Sebanyak 43% ibu yang disurvei memberikan penilaian positif terhadap peran mereka sebagai penyedia keuangan utama. Mereka melaporkan perasaan bangga dan puas atas pencapaian dan kekuatan diri mereka.
Akan tetapi, sebanyak 43% ibu lainnya juga membicarakan adanya stres atau tekanan tambahan. Stres ini muncul karena tanggung jawab finansial penuh terasa sangat menegangkan. Lebih penting lagi, sebagian tekanan ini muncul karena tanggung jawab rumah tangga dan pengasuhan anak tidak benar-benar dinegosiasikan ulang untuk mencerminkan beban kerja tambahan ibu sebagai pencari nafkah. Pengalaman menjadi penyedia tunggal ini dinilai berbeda dari sekadar menjadi ibu bekerja penuh waktu biasa.
Dinamika suami dalam rumah tangga dengan istri pencari nafkah utama juga disoroti. Meskipun 29% ayah mengaku bangga terhadap peran istri mereka, 43% pria justru merasakan perasaan yang bercampur aduk terkait peran istri sebagai pencari nafkah, yang seringkali dikaitkan dengan ego atau identitas maskulin mereka sendiri.
Hasil survei menunjukkan adanya hubungan antara status perempuan sebagai pencari nafkah dan ancaman terhadap identitas maskulin suami. Fenomena ini tercermin dari sekitar separuh pria dalam kelompok ini yang berusaha menghindari penggunaan label ‘pencari nafkah utama’ bagi istri mereka, menegaskan adanya ketegangan identitas gender di balik perubahan dinamika ekonomi rumah tangga.
Peran sebagai penyedia nafkah tunggal mengubah cara perempuan memandang pekerjaan mereka. Sebanyak 48% ibu menjadi lebih sadar akan tuntutan kesuksesan kerja dan mengubah pendekatan mereka terhadap karier. Mereka menjadi lebih serius, bekerja lebih keras atau menambah jam kerja, dan menjadi lebih strategis dalam pengembangan karier guna meminimalkan risiko bagi keluarga. Hal ini bahkan bisa berarti bertahan di pekerjaan yang sebenarnya tidak disukai.
Selain tekanan profesional, ibu pencari nafkah juga menghadapi konflik dengan ekspektasi intensive mothering (pengasuhan intensif), di mana ibu ideal diasosiasikan dengan kehadiran penuh waktu dan perhatian emosional tanpa batas. Sebanyak 52% responden merasa kalah waktu dibandingkan ibu lain yang suaminya bekerja.
Sementara itu, suami yang kini lebih banyak di rumah justru kerap dipersepsikan lebih santai, tidak menghadapi tekanan emosional sebesar istri. Hal ini, membuat perempuan tidak hanya cemburu dengan sesama gender, namun juga laki-laki yang merupakan suami mereka.
Faktor terakhir yang membentuk konflik adalah pandangan masyarakat, di mana 43% ibu merasa bahwa ekspektasi terhadap ibu pencari nafkah jauh lebih tinggi dalam hal pengasuhan anak dibandingkan standar sosial yang diterapkan pada ayah pencari nafkah. Dalam lingkungan sosial, mereka merasa dibandingkan dan dituntut lebih, seolah harus ‘sempurna di dua dunia’, yakni lingkungan profesional dan rumah tangga.
Studi ini menegaskan bahwa kesetaraan gender di rumah tangga tidak cukup diukur dari kontribusi ekonomi.
Perubahan struktur peran antara ayah dan ibu harus disertai pergeseran norma sosial dan emosional, yakni mengarah pada pandangan bahwa keberanian seorang ayah untuk hadir di rumah sama berharganya dengan keteguhan seorang ibu menafkahi keluarga.
Dalam konteks Hari Ayah Nasional, fenomena ini menjadi cermin penting bagi masyarakat Indonesia bahwa ayah yang memilih hadir di rumah bukan kehilangan peran, melainkan menjalankan bentuk tanggung jawab baru.
Tinggalkan Komentar
Komentar