periskop.id - Peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Dzatmiati Sari, menyebut bahwa pemberian gelar pahlawan nasional untuk Soeharto adalah bentuk pengkhianatan paling kotor terhadap reformasi. Pemberian gelar ini melegitimasi kejahatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Indonesia.
“Kami menilainya pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto itu bentuk dari pengkhianatan paling kotor terhadap reformasi. Jadi, negara itu melegitimasi kejahatan pelanggaran HAM dan juga korupsi, kolusi, nepotisme yang pernah dilakukan oleh Soeharto sepanjang 32 tahun,” kata Dzatmiati, saat dihubungi, Rabu (12/11).
Dzatmiati mengungkapkan, berdasarkan catatan transparansi internasional dalam laporan korupsi global 2004, Soeharto ditempatkan sebagai jajaran pemimpin negara terkorup selama menjabat 32 tahun. Selain itu, pada 2008, Mahkamah Agung (MA) memutuskan Soeharto bersalah secara perdata dalam kasus korupsi dana yayasan. Akibatnya, Yayasan Supersemar diminta mengembalikan dana sebesar Rp4,4 triliun dan 105 juta USD ke negara.
“Jadi bayangkan ternyata pelanggar HAM dan pelaku korupsi atau koruptor itu justru diberi gelar pahlawan ini adalah satu sesat berpikir,” ungkap Dzatmiati.
Dzatmiati juga menekankan bahwa pemberian gelar ini menjadi langkah politik paling kotor era Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran.
“Setelah melakukan bentuk-bentuk politik kotor lainnya, seperti rangkap jabatan, nepotisme, mengabaikan meritokrasi, dan lain-lain, pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto juga bagian dari politik yang paling kotor. Artinya, mereka menempatkan Soeharto sebagai ikonik sebagai simbol dari otoritarian di tahun 1998,” jelas Dzatmiati.
Dengan pemberian gelar ini, Prabowo menilai bahwa metode cara kepemimpinan Soeharto saat Orde Baru adalah yang terbaik. Saat Soeharto memimpin dengan gaya militer yang lebih dominan di ruang sipil, Prabowo menganggap sebagai ikonik yang layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
“Sebenarnya bisa kita lihat juga pola-pola itu dari militer jadi lebih dominan, ruang sipil diisi oleh militer. Persis juga seperti apa yang dilakukan oleh Soeharto dilakukan pula oleh presiden sekarang (Prabowo) yang juga secara personal adalah mantan menantunya. Jadi, rangkap jabatan itu adalah bagian dari pintu masuknya korupsi nepotisme,” tutur Dzatmiati.
Dengan menjadikan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional secara tidak langsung mengartikan bahwa kepemimpinan di era Orde Baru adalah cara yang paling baik menurut Prabowo.
“Dengan menjadikan Soeharto sebagai pahlawan menandakan tanpa tidak langsung bahwa kepemimpinan Soeharto di Orde Baru adalah cara yang paling baik menurut Prabowo. Makanya orang yang menciptakan sistem seperti itu diberikan pahlawan,” ucap Dzatmiati.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh bangsa. Salah satu gelar tersebut diberikan kepada Presiden Indonesia ke-2, Soeharto. Pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto diumumkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116/TK Tahun 2025.
“Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto, dengan ini menetapkan dan menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada sepuluh tokoh bangsa sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 116/TK Tahun 2025,” demikian pernyataan resmi yang dibacakan dalam upacara, Senin (10/11).
Tinggalkan Komentar
Komentar