Periskop.id - Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung Wibowo menyebutkan, dana mengendap yang dimiliki Pemprov Jakarta sebesar Rp14,6 triliun di bank, akan digunakan untuk membayar proyek-proyek pembangunan ibu kota pada akhir tahun ini.

“Itu betul 1000% (dana mengendap), bukan 100% lagi, 1000%. Tetapi memang Jakarta ini, pola pembayaran untuk APBD-nya biasanya terjadi pelonjakan di akhir tahun. Itulah yang kita persiapkan untuk pembayaran-pembayaran di akhir November dan Desember ini,” jelas Pramono saat dijumpai di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (22/10). 

Dia mencontohkan, pada akhir tahun 2023 dana yang mengendap di bank sekitar Rp16 triliun, dan pada tahun 2024 sebesar Rp18 triliun. Dana tersebut, kata dia, pastinya akan digunakan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan pembayaran-pembayaran pembangunan Jakarta.

“Bahkan, Pemprov DKI meminta kepada Pak Menteri Keuangan, tambah dong Rp10 triliun yang mau ditransfer,” kata Pramono.

Dia pun mengaku bersyukur, pajak Jakarta hingga saat ini memenuhi target, bahkan pendapatan pajak Jakarta melebihi target. Ia memastikan bahwa dana-dana tersebut akan digunakan untuk membangun Jakarta menjadi lebih nyaman dan aman bagi masyarakat.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyoroti lambatnya realisasi belanja pemerintah daerah yang menyebabkan dana sebesar Rp234 triliun, masih mengendap di bank hingga akhir September 2025. Dari total tersebut, DKI Jakarta tercatat sebagai daerah dengan simpanan terbesar, yakni mencapai Rp14,6 triliun.

Purbaya menegaskan, lambatnya penyerapan anggaran bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan karena keterlambatan eksekusi di daerah. Ia juga menjelaskan, rendahnya serapan anggaran membuat simpanan uang daerah di bank terus menumpuk.

“Realisasi belanja APBD sampai dengan triwulan ketiga tahun ini masih melambat. Rendahnya serapan tersebut berakibat menambah simpanan uang pemda yang menganggur di bank sampai Rp 234 triliun. Jadi jelas ini bukan soal uangnya tidak ada, tapi soal kecepatan eksekusi,” kata Purbaya.

Untuk itu, Purbaya mengingatkan agar pemerintah daerah segera mempercepat belanja agar uang tersebut benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.

Modal Kerja

Menanggapi hal ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno menyebut, setiap daerah memiliki dana mengendap di bank dan merupakan komponen keuangan yang akan dibelanjakan. "Itu gak mengendap, tapi memang ada dana daerah yang tidak terpakai seperti dana Silpa (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran) yang disimpan di bank serta dana daerah lainnya," kata Rano di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, saat menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten, Provinsi Banten juga memiliki dana tersebut yang tersimpan di bank daerah. "Mohon maaf ya, saat di Banten. Banten juga ada dana tersebut," ujarnya.

Rano mengakui, apa yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa terkait dana DKI Jakarta yang tersimpan sebesar Rp14 triliun itu benar adanya. Dana tersebut, lanjut dia, berasal dari sejumlah komponen dan salah satunya dana Silpa. Dana Silpa DKI Jakarta cukup besar setiap tahunnya, yakni mencapai Rp4 triliun hingga Rp5 triliun.

Menurut Rano, dana tersebut biasanya diperuntukkan untuk modal kerja di awal tahun dan pembiayaan sejumlah proyek yang seharusnya sudah dapat dimulai di awal tahun. Rano menjelaskan, Pemprov DKI Jakarta tentu akan menggunakan dana tersebut sesuai peruntukkan dan dana sisa ini akan dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Ia mencontohkan DKI Jakarta mengalokasikan anggaran yang besar untuk MRT, LRT hingga normalisasi sungai yang biayanya mencapai Rp4 triliun. Rano menambahkan, biaya tersebut tentu tidak digelontorkan sekaligus bahkan ada skema multi years yang membuat anggaran seakan mengendap.

"Tidak mungkin digelontorkan semua, tapi secara bertahap. Tapi, semua dana itu akan dimanfaatkan agar ekonomi bergerak," tandasnya.