periskop.id - Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa neraca perdagangan Indonesia kembali mencatat surplus dan telah bertahan selama 66 bulan berturut-turut sejak Mei 2020. Hal tersebut disampaikan Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (1/12).
Pudji menjelaskan neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2025 mencatat surplus US$2,39 miliar. Realisasi itu terutama ditopang oleh komoditas non-migas dengan nilai surplus US$4,31 miliar.
“Dengan komoditas penyumbang surplus utamanya adalah pertama lemak dan minyak hewani atau nabati (HS-15), bahan bakar mineral (HS-27), serta besi dan baja (HS-72),” kata Pudji.
Sementara itu, neraca perdagangan migas pada periode yang sama mencatat defisit US$1,92 miliar. Terutama karena impor minyak mentah dan hasil minyak.
Secara kumulatif, neraca perdagangan barang Januari–Oktober 2025 mencatat surplus US$35,88 miliar.
“Dan surplus sepanjang Januari hingga Oktober 2025 ini ditopang oleh surplus komoditas non-migas yang sebesar US$51,51 miliar, sementara komoditas migas masih mengalami defisit US$15,63 miliar,” terangnya.
Dari sisi negara mitra dagang, surplus perdagangan terbesar berasal dari Amerika Serikat sebesar US$14,93 miliar, diikuti India US$11,29 miliar, dan Filipina US$7,18 miliar.
“Sedangkan negara penyumbang defisit terdalam adalah Tiongkok sebesar US$16,32 miliar, kemudian Australia US$4,58 miliar, dan Singapura US$4,17 miliar,” tutup Pudji.
Tinggalkan Komentar
Komentar