periskop.id - Penerapan bea keluar untuk ekspor emas lewat PMK 80/2025 disebut menjadi titik balik distribusi emas di Indonesia. Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi mengatakan, kebijakan ini muncul karena pemerintah melihat pasokan emas ritel sudah terlalu menipis dan perlu dikembalikan ke pasar dalam negeri.
Ia menilai tingginya tarif bea keluar dari 7,5% hingga 15%, akan membuat pelaku usaha tidak lagi agresif mengekspor emas mentah. Dalam situasi harga emas global yang berada jauh di atas ambang batas harga referensi pemerintah, ia menyebut tarif tertinggi sangat mungkin diberlakukan pada sebagian besar transaksi ekspor.
“Kenapa Indonesia salah satu negara produsen terbesar keempat dunia… tetapi barangnya tidak ada,” ujar dia, Kamis (11/12).
Ibrahim menyoroti ketimpangan antara produksi dan ketersediaan di dalam negeri. Menurutnya, kelangkaan emas ritel sebenarnya sudah terasa sejak beberapa waktu terakhir. Ia mencontohkan bagaimana konsumen kerap gagal mendapatkan emas di gerai resmi, baik milik Antam maupun Pegadaian. Kondisi inilah yang menurutnya membuat pemerintah harus mengambil langkah korektif melalui pengenaan bea keluar.
Ia menambahkan, pasokan yang lebih longgar akan mengurangi tekanan harga emas di dalam negeri. Selama ini, kenaikan harga ritel yang cukup tajam tidak hanya dipengaruhi faktor global, tetapi juga keterbatasan barang di pasar dalam negeri. Dengan lebih banyak emas yang tertahan di dalam negeri, ia memperkirakan harga akan bergerak lebih stabil.
“Dengan pajak antara 7,5-15% itu cukup tinggi. Pengusaha-pengusaha akan berpikir dua kali lipat untuk apa mengekspor,” katanya.
Selain soal pasokan, Ibrahim juga menyoroti pentingnya memperkuat ekosistem emas dalam negeri, termasuk melalui layanan bullion bank dan tabungan emas yang menurutnya belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Ia menyebut edukasi dan sosialisasi yang lebih kuat dari regulator perlu dilakukan untuk mendorong minat dan keseimbangan pasar yang lebih sehat.
Penerapan kebijakan ini diatur melalui PMK 80/2025 yang menetapkan bea keluar ekspor emas dalam kisaran 7,5% hingga 15%, bergantung pada bentuk produk dan level harga referensi internasional. Aturan tersebut mulai berlaku 14 hari setelah diundangkan dan diterbitkan untuk mendukung hilirisasi mineral serta memastikan pasokan emas domestik tetap terjaga.
Tinggalkan Komentar
Komentar