Periskop.id - Chief Investment Officer (CIO) Pandu Patria Sjahrir menyatakan, pihaknya tengah membuka lelang terkait proyek pengelolaan limbah menjadi energi (waste to energy). Hingga hari ini, Rabu (15/10) telah menarik minat dari sekitar 120 perusahaan nasional maupun internasional.
Pihaknya menargetkan untuk menyelesaikan proses lelang tersebut dalam 6-8 minggu ke depan. “Kami mengumumkan proyek ini dua minggu lalu, dan sekarang ada sekitar 120 perusahaan yang ingin mengajukan penawaran. Dan cara kami memilih perusahaan (pemenang lelang) itu sederhana, yakni kami ingin teknologi terbaik dengan dampak lingkungan yang paling minimal,” ujarnya, di Jakarta, Rabu.
Pandu menyampaikan, proyek waste to energy tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menangani permasalahan sampah nasional yang semakin mendesak.
Ia mengatakan volume timbunan sampah di Indonesia sudah cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, jika seluruh sampah dikumpulkan, luasnya bisa menutupi seluruh wilayah Jakarta dengan ketebalan sekitar 30 sentimeter.
Untuk meningkatkan daya tarik dari proyek tersebut, pemerintah pun menghapus biaya pembuangan sampah (tipping fee), sehingga menjadikannya proyek pertama di dunia tanpa biaya pembuangan. “Kami juga telah menetapkan harga sebesar Rp20 per kilowatt hour (kWh) yang menurut saya cukup menarik,” kata Pandu.
Dia menuturkan, tahap awal proyek tersebut berupa pembangunan 10 fasilitas pengolahan waste to energy. Ditargetkan, dimulai pada akhir tahun ini di lima kota besar di Indonesia.
Secara keseluruhan, terdapat 33 proyek yang akan dikembangkan dengan nilai investasi sekitar US$150 hingga US$200 juta (Rp2,49 hingga Rp3,32 triliun, kurs = Rp16.580) per proyek.
Ia menyatakan, sebagian dari pendanaan yang terkumpul melalui Patriot Bond, yang hingga kini telah mencapai Rp50 triliun, akan digunakan dalam proyek pengelolaan limbah tersebut. “Secara kumulatif, ini akan menjadi proyek waste to energy terbesar di dunia,” imbuhnya.
Sebelumnya, CEO Danantara Indonesia Rosan Roeslani menyampaikan, di Jakarta, Rabu (1/10), bahwa pihaknya berhasil mengumpulkan dana Obligasi Patriot (Patriot Bond) senilai Rp50 triliun, yang akan digunakan untuk proyek energi baru dan terbarukan (EBT), serta konversi sampah menjadi energi (waste to energy).
Perpres 109/ 2025
Terpisah, Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan, melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Kebijakan ini untuk mengatasi timbunan sampah hingga puluhan juta ton per tahun.
Perpres itu, yang terdiri atas delapan bab dan 33 pasal, diteken oleh Presiden Prabowo, Jumat (10/10) minggu lalu. Pasal 2 Perpres No. 109/2025 menjelaskan tujuan peraturan tersebut, di antaranya untuk mengatasi kedaruratan sampah yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta gangguan kesehatan masyarakat.
Kemudian untuk menangani timbunan sampah melalui pengolahan sampah menjadi energi baru dan terbarukan. Hal ini untuk menerapkan prinsip "pencemar yang membayar" biaya pengolahan dari sampah yang dihasilkan.
Dalam Perpres tersebut, sampah yang diolah menjadi energi tidak terbatas pada listrik, tetapi juga dapat berupa bioenergi, bahan bakar minyak (BBM) terbarukan, dan produk ikutan lainnya.
Ketentuan lainnya yang dirinci dalam Perpres itu, antara lain mengenai pembagian tugas kementerian/lembaga dalam program pengolahan sampah menjadi energi. Pasalnya, program tersebut melibatkan sejumlah k/l antara lain Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Penyelenggara Investasi (BPI) Danantara. Di luar itu, ada juga badan usaha swasta dan PT PLN (Persero).
Danantara, sebagaimana diatur dalam Perpres yang sama, ditugaskan untuk menunjuk badan usaha yang mengelola dan mengoperasikan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (BUPP PSEL). Kemudian melaksanakan investasi dalam proyek pengolahan sampah menjadi listrik itu, dengan mempertimbangkan kelayakan secara komersial, finansial, dan manajemen risiko.
Sementara itu, PT PLN bertugas untuk membeli listrik yang dihasilkan oleh PSEL. Tidak hanya mengatur pembagian tugas kementerian/lembaga dan BUMN, Perpres No. 109/2025 juga mengatur kriteria-kriteria daerah yang dapat menyelenggarakan program pengolahan sampah menjadi energi, menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.
Kriteria itu di antaranya, kabupaten/kota yang ingin ikut serta dalam pengolahan sampah menjadi energi, harus memiliki volume sampah paling sedikit 1.000 ton per hari untuk disalurkan kepada pihak pengolah sampah (PSE/PSEL).
Dalam praktiknya, Perpres itu menginstruksikan adanya dana APBD yang dianggarkan oleh pemerintah daerah, untuk mengumpulkan sampah, dan mengangkut sampah dari tempat-tempat pembuangan menuju lokasi pengolahan. Kemudian, daerah juga diminta untuk menyediakan lahan untuk tempat pengolahan sampah, serta menyusun peraturan daerah tentang retribusi pelayanan kebersihan.
Lahan yang disediakan oleh daerah itu, Perpres No. 109/2025 mengatur, dikelola oleh pihak pengolah sampah dengan mekanisme pinjam pakai, dan tidak dikenakan biaya selama masa pembangunan dan operasional pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL). Dalam Perpres itu, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta ditetapkan sebagai daerah yang akan melaksanakan pengolahan sampah menjadi energi listrik.
Terlepas dari itu, daerah-daerah lain yang ingin mengolah sampahnya menjadi listrik dan energi baru dan terbarukan, nantinya akan ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria yang diatur dalam Perpres Nomor 109/2025.
Tinggalkan Komentar
Komentar