Periskop.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan, kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun mulai menunjukkan dampak positif terhadap aktivitas ekonomi nasional. Salah satu indikatornya yakni dari meningkatnya permintaan listrik di berbagai wilayah Indonesia.
"Ini di sisi perkembangan konsumsi listrik di seluruh Indonesia termasuk di daerah-daerah yang besar industri Indonesia. Kalau dia (PLN) lihat, itu sudah mulai naik, tuh, demand listrik. Kelihatannya permintaan untuk service listrik meningkat juga, permintaan baru meningkat juga," kata Purbaya, usai bertemu dengan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Darmawan Prasodjo, di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Rabu (15/10).
Menurut Purbaya, peningkatan konsumsi listrik menjadi salah satu indikator awal membaiknya aktivitas ekonomi, terutama di sektor industri dan manufaktur. Tren permintaan yang menggeliat dapat memperkuat optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan.
"Artinya apa? Dampak kebijakan (penempatan dana) yang Rp200 triliun tadi yang saya lanjutkan beberapa waktu yang lalu sudah mulai terlihat di perekonomian. Jadi kelihatannya demand mulai menggeliat. Saya harapkan ke depan akan meningkat terus," tuturnya.
Purbaya menambahkan, pemerintah akan terus memantau perkembangan ini secara berkala. "Saya akan minta update ke Dirut PLN, mungkin setiap dua minggu datanya seperti apa. Kita akan lihat kalau emang masih bisa didorong, kita dorong lagi perekonomiannya," imbuhnya.
Meski demikian, Purbaya enggan berkomentar lebih jauh mengenai kemungkinan adanya stimulus tambahan seperti program diskon tarif listrik. “Nanti itu bukan saya yang ngomongin,” serunya.
Penyaluran Kredit
Menurut Purbaya, bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) telah menyalurkan kredit produktif sebesar Rp112,4 triliun, dari penempatan dana pemerintah atau Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp200 triliun.
“Kalau kita lihat yang diserap sampai akhir September lebih dari Rp112 triliun telah disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit produktif,” kata Purbaya.
Rinciannya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah menyalurkan Rp40,6 triliun dari alokasi penempatan dana Rp55 triliun atau setara 74% per 30 September 2025. Lalu, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) merealisasikan Rp33,9 triliun dari Rp55 triliun atau 62%.
Selanjutnya, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) merealisasikan Rp27,6 triliun dari Rp55 triliun atau 50%. Kemudian, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) menyalurkan Rp4,8 triliun dari Rp25 triliun atau setara 19%, dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) Rp5,5 triliun dari Rp10 triliun atau 55%.
Realisasi itu, menurut Purbaya, menunjukkan lebih dari separuh dana yang ditempatkan oleh pemerintah sudah bekerja, untuk menopang konsumsi, investasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Bukti lain yang turut mendukung efektivitas injeksi dana tersebut terlihat pada pertumbuhan uang beredar, di mana M0 atau base money melaju pesat menjadi 13,2% dari sebelumnya hampir mendekati posisi 0. Purbaya menyatakan, kinerja ini menunjukkan uang di sistem perekonomian telah bertambah signifikan.
Purbaya pun menegaskan inisiatifnya tersebut bukan hanya menyoal likuiditas perbankan, melainkan soal penciptaan efek berganda (multiplier effect). Termasuk menurunkan cost of fund, mendorong pembiayaan sektor riil dan menjaga momentum pemulihan.
Terkait likuiditas, Purbaya menyebut likuiditas sistem keuangan nasional tetap longgar. Hal ini tercermin pada data suku bunga pasar antarbank (PUAB), seperti IndONIA yang turun dari 4,59% menjadi 4,04%. Sedangkan JIBOR 7D turun dari 5,17% menjadi 4,86%.
“Jadi memang uang yang kami gelontorkan sudah bisa menurunkan tingkat suku bunga pasar antarbank yang tecermin dari IndONIA dan JIBOR 7D. Artinya bunga pinjaman juga akan turun. Jadi, dampak dari kebijakan kita riil,” tuturnya.
Tinggalkan Komentar
Komentar