Periskop.id - Sebanyak 10.973 orang atau tiga persen orang dewasa dan lansia di Jakarta yang sudah menjalani skrining kesehatan jiwa, pada Program Cek Kesehatan Gratis (CKG), menunjukkan kemungkinan gejala depresi.
Hal ini disampaikan Ketua Tim Kerja Deteksi Dini dan Pencegahan Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Direktorat Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Yunita Arihandayani di Jakarta, Jumat (21/11).
Jumlah orang dewasa dan lansia di DKI Jakarta yang sudah menjalani skrining kesehatan jiwa dalam Program CKG per 14 November 2025 sebanyak 365.730 orang. Dari jumlah itu, 9.090 orang di antaranya (2,49%) menunjukkan gejala kecemasan.
"Mohon warga DKI Jakarta bisa melakukan CKG dan termasuk mengisi skrining kesehatan jiwanya," kata Yunita yang berbicara dalam seminar daring bertema "Merawat Kesehatan Mental Ibu sebagai Pilar Ketahanan Keluarga".
Dia mengingatkan, skrining kesehatan jiwa (keswa) merupakan langkah penting untuk deteksi dini dan pencegahan masalah keswa. Skrining bisa dilakukan di Puskesmas dan saat ini sudah hampir seluruh Puskesmas di Jakarta menyediakan psikolog klinis.
Upaya ini untuk mencegah masyarakat yang sudah sehat atau yang berisiko menghadapi gangguan keswa. "Dengan kita lakukan deteksi dini melalui skrining kesehatan jiwa," serunya.
Namun, deteksi dini melalui skrining keswa bukan alat penegak diagnosis penyakit, melainkan sebagai penunjang untuk membantu individu memahami dan mengenali masalah yang mungkin sedang dialami.
Deteksi dini sendiri merupakan penilaian awal yang dilakukan secara sistematis, dengan menggunakan instrumen terstandar untuk mengidentifikasi sejak dini, tanda, gejala atau faktor risiko masalah keswa.
Warga Jakarta yang mengalami masalah kesehatan mental dapat memanfaatkan layanan telekonsultasi JakCare sebagai pertolongan pertama dan deteksi dini. Layanan yang yang diluncurkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta pada Mei 2025 ini dapat diakses melalui aplikasi JAKI (Jakarta Kini) atau menghubungi 0800-1500-119 (gratis).
Kelompok Rentan
Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengingatkan, lansia merupakan kelompok usia yang rentan terkena depresi, salah satunya karena keterbatasan fisik mereka.
"Banyak hal lansia itu bisa kenapa depresi. Dari penyakit fisiknya bisa menyebabkan depresi juga, keterbatasan fisik, dia di rumah, ditinggal itu juga bisa depresi," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan DKI Jakarta Sri Puji Wahyuni beberapa waktu lalu.
Merujuk data Posyandu Lansia di daerah Pancoran, Jakarta Selatan, dari 83.832 lansia yang telah diperiksa, ditemukan 1.184 lansia (1,4%) dengan indikasi depresi berdasarkan hasil Skrining Kognitif dan Depresi Lansia (SKILAS).
Menurut dia, selain karena penyakit fisik, penyebab lainnya, yaitu sebagian dari mereka mulai mengalami demensia (penurunan fungsi kognitif), kemudian bertengkar dengan keluarga dan berujung menyebabkan mereka depresi.
"Lalu, karena tidak ada teman, biasanya mereka butuh dukungan peer (teman sebaya)," ujar Puji.
Depresi, sambung dia, dapat ditandai dengan kesedihan berkepanjangan, kehilangan minat serta gejala fisik, seperti gangguan tidur dan nafsu makan. Agar tak mengalami depresi, Puji menyarankan agar mengunjungi posyandu lansia.
Di fasilitas ini, lansia bisa mendapatkan informasi pola makan sehat, aktivitas fisik, kiat menjaga kesehatan serta mencegah penyakit sesuai kondisi dan kebutuhan. Selain itu, mereka juga dapat mengetahui risiko masalah kesehatan, seperti hipertensi, diabetes, tuberkulosis (TB), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan skrining risiko ketidakmampuan menjalankan aktivitas.
Di posyandu lansia, mereka juga mendapatkan tempat bersosialiasi, sehingga mengurangi rasa kesepian sekaligus meningkatkan kualitas hidup. "Ikut posyandu lansia, supaya mereka punya teman," ucap Puji.
Sekadar catatan, berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI, jumlah lansia pada semester I-2025 mencapai 1,1 juta orang, atau sekitar 10,6% dari total penduduk di Jakarta.
Tinggalkan Komentar
Komentar