periskop.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa perusahaan dilarang keras menjadikan tes HIV sebagai syarat rekrutmen pegawai, promosi jabatan, maupun pemeriksaan kesehatan rutin karyawan. Larangan ini bertujuan melindungi hak pekerja dan menghapus diskriminasi di lingkungan kerja.
“Hanya pelayanan kesehatan yang menjadi hak ODHA, dan semua langkah tes dilakukan dengan prinsip sukarela dan perlindungan hak pasien,” ujar Ketua Tim Kerja HIV PIMS Kemenkes Tiersa Vera Junita dalam temu media peringatan Hari AIDS Sedunia 2025 di Jakarta Selatan, Selasa (25/11).
Larangan tersebut mengacu pada regulasi yang disusun bersama Kementerian Ketenagakerjaan. Aturan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Ketenagakerjaan tahun 2024 tentang penanggulangan HIV di tempat kerja yang masih berlaku efektif.
Tiersa menekankan perusahaan hanya memiliki wewenang untuk melakukan sosialisasi, edukasi, dan pelatihan terkait virus tersebut.
Pemeriksaan status HIV harus didasari asas sukarela. Prosesnya wajib dilengkapi persetujuan tertulis (informed consent) dan sesi konseling sebelum tes dilakukan.
Selain isu ketenagakerjaan, Kemenkes merilis data penanganan kasus pada ibu hamil. Sepanjang Januari hingga September 2025, tercatat 2.482.837 ibu hamil telah menjalani skrining kesehatan.
Hasil skrining menunjukkan terdapat 2.264 kasus positif. Dari angka tersebut, sebanyak 1.536 ibu hamil telah mendapatkan akses terapi antiretroviral (ARV) sebagai langkah pengobatan.
“Program skrining ibu hamil dilakukan secara rutin dan semakin masif setiap tahunnya. Dengan pendekatan ini, ibu yang terdeteksi positif HIV langsung mendapatkan pengobatan ARV,” jelas Tiersa.
Ia menggarisbawahi urgensi pemeriksaan tripel eliminasi yang mencakup HIV, Sifilis, dan Hepatitis B. Langkah ini krusial guna memutus mata rantai penularan virus dari ibu kepada janin.
Penanganan medis tidak berhenti saat persalinan. Bayi yang lahir dari ibu dengan status HIV positif akan menjalani pemeriksaan lanjutan dan menerima terapi pencegahan jika diperlukan.
“Upaya ini memastikan penularan HIV dari ibu ke anak dapat diminimalkan,” ujarnya.
Kemenkes berharap aturan tegas ini mampu mengikis stigma dan diskriminasi terhadap Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di lingkungan profesional. Di sisi lain, jaminan akses pengobatan dan layanan kesehatan tetap menjadi prioritas utama pemerintah.
Tinggalkan Komentar
Komentar