Periskop.id- Pengamat kebijakan publik Taufik Tope Rendusara menilai, perubahan status Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PAM Jaya menjadi Perseroan Daerah (Perseroda), bukan semata langkah efisiensi dan profesionalisasi. Ia melihat transformasi tersebut sarat kepentingan politik.

"Ketika kekuasaan ikut membeli saham, yang dijual bukan hanya perusahaan daerah, tetapi juga kepercayaan rakyat terhadap makna kata publik itu sendiri," kata Taufik dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (9/10). 

Menurut dia, transformasi BUMD menjadi Perseroda yang kini terjadi di berbagai daerah, kerap dibungkus dengan jargon efisiensi dan profesionalisme. Namun dalam praktiknya, kata dia, kebijakan tersebut sering kali menjadi pintu masuk bagi kepentingan politik dan kompromi kekuasaan.

"Masuknya modal swasta secara ekonomi mungkin dianggap logis, tetapi secara politik membuka ruang baru bagi pengaruh non-publik. Di balik aliran modal, hampir selalu ada aliran kepentingan," ujarnya.

Jakarta, lanjut Taufik, kini menjadi “laboratorium” utama dari eksperimen kebijakan tersebut. Pemerintahan Pramono Anung–Rano Karno dinilai tengah memanfaatkan momentum transformasi ini, untuk membangun citra reformis dan efisien menjelang tahun politik 2029.

"Pramono membutuhkan reputasi sebagai teknokrat modern agar bisa membawa narasi reformasi ke level nasional. Sementara Rano Karno menghadapi dilema antara menjaga citra sebagai wakil rakyat kecil atau mengikuti arus efisiensi yang berpotensi menjual hak publik," kata dia.

Taufik menegaskan, efisiensi memang penting, namun pelayanan publik tidak bisa disamakan dengan logika korporasi. "Air bukan komoditas. Ketika urusan hidup orang banyak diukur lewat saham, maka yang tergerus bukan hanya nilai sosial, tapi juga keadilan dan kepercayaan warga," ucapnya.

Dia pun mengingatkan, istilah modernisasi dalam konteks kebijakan publik kerap menjadi “kamuflase” dari kompromi antara penguasa dan pemodal. "Reformasi sejati seharusnya memulihkan kepercayaan rakyat, bukan memoles ambisi kekuasaan," imbuhnya. 

Sebelumnya, Direktur Utama Perumda PAM Jaya Arief Nasrudin mengatakan, perubahan badan hukum dari Perumda ke Perusahaan Perseroan Daerah (Perseroda) merupakan cara untuk mempermudah gerak perusahaan air minum milik Pemprov DKI itu.

"Kami membutuhkan perubahan badan hukum agar bisa lebih elastis bergerak," kata Arief saat rapat kerja dengan Komisi C DPRD DKI Jakarta, Kamis (11/9).

Menurut dia, perubahan badan hukum dari Perumda ke Perseroda untuk perusahaan air minum daerah sudah banyak contohnya, seperti di Bandung, Semarang, Depok dan lainnya.

Ia mengatakan, perubahan badan hukum ini akan memberikan dampak yang baik untuk perusahaan. Terutama dalam hal pembiayaan, karena perusahaan tidak lagi bergantung pada pemerintah daerah.