periskop.id - Nilai tukar rupiah ditutup menguat pada perdagangan Selasa (2/12) sore. Rupiah menguat 38 poin ke level Rp16.624 per dolar AS, setelah sebelumnya sempat menguat 55 poin di level Rp16.663 pada Senin (1/12).
Untuk perdagangan esok hari, Rabu 3 Desember 2025, Ibrahim memproyeksikan rupiah bergerak fluktuatif namun ditutup melemah.
“Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.620–Rp16.640,” katanya.
Ibrahim menjelaskan bahwa dari sisi eksternal, ekspektasi pelonggaran kebijakan The Federal Reserve meningkat signifikan. Ekspektasi bahwa The Federal Reserve akan melanjutkan siklus pelonggarannya telah meningkat dengan CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa peluang penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada bulan Desember adalah sebesar 87,4%.
Selain itu, dinamika politik AS juga menjadi perhatian pasar. Penasihat Ekonomi Nasional Gedung Putih, Kevin Hassett, kemungkinan akan ditunjuk sebagai Ketua Fed berikutnya, menggantikan Jerome Powell. Namun, Presiden AS Donald Trump mengatakan pada hari Minggu bahwa ia tidak akan memberi tahu siapa pun siapa yang akan ditunjuk, tetapi ia sudah menentukan pilihannya.
Dari sisi data, lanjut Ibrahim, aktivitas manufaktur AS masih lemah. Institute for Supply Management (ISM) mengungkapkan bahwa aktivitas manufaktur pada bulan November mengalami kontraksi selama sembilan bulan berturut-turut. Data lebih lanjut, yang diungkapkan oleh ISM, menunjukkan bahwa harga input meningkat dan pasar tenaga kerja masih berada dalam kondisi rendahnya tingkat pemecatan dan perekrutan.
Ia juga menyoroti risiko geopolitik global. Rusia-Ukraina kembali memanas, setelah Ukraina meningkatnya frekuensi serangan pesawat nirawak terhadap infrastruktur Rusia. Serangan baru-baru ini sempat mengganggu pemuatan di terminal Laut Hitam Konsorsium Pipa Kaspia, jalur utama untuk minyak mentah Kazakhstan dan Rusia.
Pada saat yang sama, ketegangan antara Washington dan Caracas semakin dalam setelah para pejabat AS mengisyaratkan mereka mungkin akan memperketat pembatasan terhadap Venezuela, termasuk menutup wilayah udara mereka. Langkah ini menyusul meningkatnya tekanan AS terhadap Venezuela, dengan Trump menuduh negara itu membiarkan pengiriman narkoba mengalir dari wilayahnya.
Dari sisi internal, Ibrahim menjabarkan bahwa inflasi domestik kembali melemah pada November 2025.
“Laju inflasi nasional kembali menunjukkan pelemahan pada November 2025. BPS mencatat Indeks Harga Konsumen hanya naik 0,17% secara bulanan, lebih rendah dibandingkan 0,28% pada Oktober. Secara tahunan, inflasi mereda menjadi 2,72%, sementara inflasi year to date berada di level 2,27%,” ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa inflasi didorong oleh komponen inti. Komponen inti naik 0,17% dan berkontribusi 0,11% terhadap inflasi nasional. Komoditas emas perhiasan kembali menjadi pendorong terbesar. Harga emas mencatat kenaikan hampir 4% dan memberikan andil 0,08%.
Ibrahim juga menyoroti komponen lain penyumbang inflasi. Dari kelompok harga yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, tarif angkutan udara kembali merangkak dan mencatat inflasi 0,24% dengan kontribusi 0,05%. Sementara komponen harga bergejolak naik tipis 0,02%, terutama akibat kenaikan harga beberapa sayuran seperti bawang merah, wortel, jeruk, sawi hijau, ketimun, dan kacang panjang.
Selain itu, ia turut menyinggung perkembangan utang pemerintah. Kementerian Keuangan mencatatkan, posisi utang pemerintah per akhir Kuartal III-2025 senilai Rp9.408,64 triliun. Jika dirinci lebih lanjut, komposisi utang pemerintah itu didominasi oleh hasil penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp8.187,55 triliun atau sekitar 87,02 persen. Sedangkan yang berasal dari pinjaman mencapai Rp1.221,09 triliun (12,98%).
Dari sisi rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB), per akhir Kuartal III-2025 telah mencapai 40,30 persen. Utang yang berasal dari penerbitan SBN itu pun melonjak sekitar 2,59 persen dibanding kuartal sebelumnya yang sebesar Rp7.980,87 triliun.
Tinggalkan Komentar
Komentar