Periskop.id - Kewajiban pengajuan izin donasi untuk penggalangan dana bagi korban bencana, sebagaimana disampaikan oleh Menteri Sosial (Mensos) Saifullah Yusuf, mendapat sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Anggota Komisi VIII DPR, Dini Rahmania, mendesak agar persyaratan perizinan tersebut tidak justru menghambat solidaritas masyarakat dalam menyalurkan bantuan.

Pernyataan ini dilontarkan Dini menyikapi kondisi darurat bencana yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

"Dalam keadaan darurat, yang utama adalah menyelamatkan nyawa. Maka, mekanisme izin harus disesuaikan, dipermudah, dan jangan menghambat penyaluran bantuan,” kata dia, di Jakarta, seperti dikutip oleh Antara, Kamis (11/12).

Perizinan Dinilai Kurang Responsif dan Berisiko Kriminalisasi

Dini mengungkapkan bahwa ketentuan izin donasi diatur dalam landasan hukum yang lama, yaitu UU Nomor 9/1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, dan aturan turunannya dalam Peraturan Menteri Sosial Nomor 8/2021.

Namun, ia menyoroti bahwa berbagai pihak di sektor filantropi menilai mekanisme perizinan saat ini sering kurang responsif terhadap situasi bencana. Hal ini mencakup lamanya proses perizinan serta risiko kriminalisasi yang membayangi relawan yang bergerak cepat.

Menurutnya, kerangka hukum penanggulangan bencana, yakni UU Nomor 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Presiden Nomor 75/2021 tentang Dana Bersama Penanggulangan Bencana, telah secara jelas menekankan bahwa pendanaan bencana harus tersedia tepat waktu dan tepat guna.

Oleh karena itu, Dini mendorong pemerintah untuk menyiapkan skema pengecualian prosedur izin atau menerapkan mekanisme notifikasi cepat bagi penggalangan dana darurat. Skema ini harus disertai dengan kewajiban pelaporan setelah dana tersalurkan. Tujuannya agar relawan, komunitas, dan organisasi filantropi dapat bergerak cepat tanpa menghadapi risiko kriminalisasi.

Penegasan Mensos tentang Kewajiban Audit

Sebelumnya, Mensos Saifullah pada Selasa (9/12) menjelaskan bahwa pada dasarnya siapapun boleh mengumpulkan donasi, baik perorangan maupun lembaga, tetapi sebaiknya mengikuti ketentuan dengan mengajukan izin donasi terlebih dahulu.

Saifullah merinci mekanisme perizinan dan pelaporan donasi.

"Izinnya bisa dari kabupaten, kota, atau dari Kemensos kalau tingkat nasional, ya. Sangat mudah izinnya, enggak perlu rumit, yang paling penting nanti kalau sudah mendapatkan sumbangan itu dilaporkan," jelasnya.

Saifullah menjelaskan bahwa donasi di bawah Rp500 juta tidak perlu diaudit.

"Kalau misalnya Rp500 juta ke bawah itu cukup audit internal, tetapi laporannya harus diserahkan ke Kemensos," jelasnya

Adapun, donasi di atas Rp500 juta harus melalui proses audit oleh professional.

"Harus bekerja sama dengan auditor yang bersertifikat untuk bisa melaporkan, dapatnya dari mana saja, dan untuk apa saja," kata Saifullah.

Transparansi Dana Presiden dan Peran BNPB

Di samping isu izin donasi, Dini juga mengingatkan pemerintah daerah yang terdampak bencana untuk mengelola alokasi dana Rp4 miliar dari Presiden secara cepat, terukur, dan transparan, mengacu pada mekanisme penanggulangan bencana nasional.

“Pemda wajib memastikan dana ini benar-benar untuk kebutuhan darurat masyarakat: logistik, naungan, layanan kesehatan, dan akses dasar. Pengelolaan harus cepat, namun tetap akuntabel,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memiliki peran koordinasi dan dapat membantu verifikasi kebutuhan, prioritas lokasi, serta prosedur teknis penyaluran dana bersama agar sesuai standar.

"Kita semua satu tujuan, menyelamatkan nyawa, meringankan penderitaan warga, dan memulihkan kehidupan. Pemerintah harus memastikan pengaturan hukum tidak menghalangi kedermawanan rakyat, tapi pada saat yang sama menjamin akuntabilitas," tutup Dini.