periskop.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, transmisi kebijakan moneter yang semakin efektif, ditambah dorongan belanja musiman rumah tangga menjelang Natal dan Tahun Baru, akan mendorong kinerja kredit konsumsi hingga akhir 2025 dan awal 2026.
Selain itu, tren penurunan suku bunga pinjaman serta percepatan belanja pemerintah dan investasi swasta juga berpotensi memperkuat pertumbuhan kredit pada periode yang sama. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam jawaban tertulis di Jakarta, Senin, menyebut bahwa kredit konsumsi sejauh ini masih menunjukkan pertumbuhan, meski mengalami moderasi.
“Hal ini sejalan dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang bersumber dari konsumsi rumah tangga, serta indikator terkait daya beli konsumen yang masih tumbuh terbatas,” ujar Dian, melansir Antara, Senin (24/11).
Hingga September 2025, kredit konsumsi tercatat tumbuh sekitar 7,42% secara year on year (yoy). OJK mencatat adanya peningkatan risiko kredit di segmen konsumsi, tercermin dari rasio non-performing loan (NPL) yang naik menjadi 2,37%, dibandingkan posisi September 2024 sebesar 1,85%.
“OJK menekankan pemulihan kredit konsumsi sangat bergantung pada perbaikan permintaan domestik, transmisi penurunan suku bunga ke lending rate, serta perbaikan pendapatan rumah tangga yang memengaruhi daya beli masyarakat,” kata Dian.
Menurut catatan OJK, perlambatan paling nyata terjadi pada kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit kendaraan bermotor (KKB). KPR tumbuh termoderasi menjadi 7,26% pada September 2025, turun dari 10,89% pada September 2024. Sementara KKB hanya tumbuh 0,72%, jauh menurun dibanding 9,00% pada periode yang sama tahun sebelumnya, sehingga menahan laju pertumbuhan kredit konsumsi.
“Lemahnya pertumbuhan KKB juga sejalan dengan masih terkontraksinya penjualan kendaraan bermotor sepanjang setahun terakhir,” ujar Dian.
Meski demikian, terjadi pertumbuhan signifikan pada segmen buy now pay later (BNPL), yakni sebesar 25,49% menjadi Rp24,86 triliun. Meskipun demikian, porsi BNPL terhadap total kredit perbankan masih relatif kecil, dengan rasio NPL yang tetap terjaga di 2,61%.
Secara keseluruhan, kredit pada September 2025 tumbuh 7,70% yoy, meningkat dari bulan sebelumnya yang sebesar 7,56%. Total outstanding kredit mencapai Rp8.162,8 triliun. Dari sisi jenis penggunaan, kredit konsumsi menempati posisi kedua tertinggi. Kredit investasi mencatat pertumbuhan tertinggi, 15,18% yoy, sementara kredit modal kerja tumbuh moderat 3,37% yoy.
OJK mencatat, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI-Rate) telah direspon bertahap oleh sektor perbankan melalui penyesuaian suku bunga kredit dan dana pihak ketiga (DPK). Secara tahunan, rerata suku bunga kredit rupiah turun masing-masing 50 bps untuk kredit investasi (September 2025: 8,25%; September 2024: 8,75%) dan 41 bps untuk kredit modal kerja (September 2025: 8,46%; September 2024: 8,87%).
Penurunan BI-Rate umumnya diikuti dengan penurunan suku bunga kredit, meski dengan jeda tertentu, seiring proses transmisi kebijakan moneter. Suku bunga kredit diperkirakan masih memiliki ruang untuk turun lebih lanjut sebagai respons terhadap penurunan BI-Rate pada 2025, terutama jika suku bunga global juga mengalami penurunan.
Dengan adanya ekspektasi penurunan suku bunga global pada triwulan IV 2025, OJK menilai masih ada ruang untuk penurunan lebih lanjut, meskipun implementasinya akan sangat bergantung pada strategi masing-masing bank serta struktur biaya yang dimiliki, khususnya terkait biaya dana (cost of fund/CoF).
Tinggalkan Komentar
Komentar