Periskop.id – Wacana mengganti pemilihan langsung menjadi pemilihan tak langsung pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) terus mengemuka. Sejumlah partai sudah setuju untuk mengusung usulan pilkada tak langsung demi sejumlah efisiensi. 

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar mengatakan, partainya mendukung perubahan metode pilkada menjadi tidak langsung, karena ingin ongkos pesta demokrasi menjadi lebih murah.

“PKB mendukung itu karena banyak pilkada yang high cost (mahal), banyak pilkada yang menyisakan beban politik. Kita ingin demokrasi kita lebih murah,” kata Cak Imin, sapaan akrabnya, saat ditemui di Jakarta, Rabu (30/7).

Mengenai formula pilkada tidak langsung itu, Cak Imin menyerahkannya kepada DPR. “Kami serahkan DPR, diskusi; dan sekarang ini sedang inventarisasi masalah, supaya seluruh paket undang-undang politik betul-betul menjamin percepatan pembangunan,” tuturnya.

Cak Imin pun menepis anggapan, usulan pilkada tidak langsung itu hanya untuk menyenangkan pihak tertentu, termasuk Presiden Prabowo Subianto. Menurut dia, PKB sudah sejak lama mengusulkan ide tersebut.

“PKB ini sudah lama, kan, ngusulin. Hanya saya mengulang saja. Dulu keputusan PBNU, Muktamar NU memutuskan evaluasi total pemilihan kepala daerah langsung. Itu kira-kira enam tahun yang lalu, ya. Terus disusul berbagai musyawarah alim ulama, kemudian kita pengalaman lapangan yang begitu tidak kondusif,” imbuhnya. 

“Pak Prabowo malah enggak setuju kalau pemilihannya tidak melalui demokrasi, DPRD minimal, tapi, ya, kita lihat nanti,” sambung dia.

Sebelumnya, Cak Imin mengusulkan kepada Presiden Prabowo Subianto agar kepala daerah dapat ditunjuk pusat atau dipilih DPRD. “Kalau tidak ditunjuk oleh pusat, maksimal pemilihan kepala daerah dipilih oleh DPRD di seluruh tanah air,” ujar Cak Imin.

Cak Imin mengusulkan hal tersebut sebagai salah satu langkah dari penyempurnaan tata kelola politik nasional. Dia juga menjelaskan usulan tersebut didasarkan pada pengalaman sejumlah kepala daerah yang mengatakan, harus mengalami konsolidasi yang cukup lamban akibat proses politik yang terlalu panjang.

Sejumlah Alternatif

Senada, Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia menyoroti berbagai dampak negatif dari sistem Pilkada langsung, mulai dari konflik horizontal di masyarakat hingga biaya politik yang tinggi.

Bahlil, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, menyebut partainya tengah mengkaji sejumlah alternatif dalam rangka penataan ulang sistem demokrasi, termasuk kemungkinan pengembalian mekanisme pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

"Untung-rugi dari pemilihan langsung maupun DPR. Ini, pilkada ini (pilkada sekarang-red), jujur saja, yang menang saja sakitnya di sini," katanya seraya menunjuk ke bagian dada.

Dampak negatif dari yang kalah, kata Bahlil, memicu konflik horizontal, seperti perseteruan antartetangga, hingga memicu perceraian di rumah tangga.

"Jangan setiap pilkada berkelahi. Tetangga-tetangga, tadinya bersaudara gara-gara pilkada, tidak saling bertegur sapa. Ada yang menikah, cerai gara-gara beda pilihan," serunya. 

Golkar pada Desember lalu, kata Bahlil, sudah menyampaikan pentingnya melakukan penataan sistem demokrasi Indonesia melalui perubahan undang-undang politik. Termasuk pemilu legislatif dan pemilihan kepala daerah seperti gubernur, bupati, dan wali kota.

Bahlil mengatakan, salah satu skema yang tengah dirumuskan Golkar adalah opsi agar kepala daerah dipilih melalui DPRD, bukan secara langsung oleh rakyat seperti saat ini. Menurutnya, UUD 1945 tidak secara eksplisit mengatur pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung, melainkan hanya menyebut dilakukan secara demokratis.

“Karena undang-undang 1945 pun tidak menegaskan bahwa pemilihan bupati wali kota itu langsung. Tapi dilakukan secara demokratis," ujarnya.

Namun, ia menegaskan, Golkar saat ini belum mengambil keputusan final dan masih menyusun berbagai kajian dan alternatif skema, termasuk opsi pemilihan oleh DPR atau DPRD.

“Golkar, dalam posisi sekarang itu lagi membuat berbagai alternatif, lagi membuat kajian-kajian, skema-skemanya. Salah satu skemanya itu memang lewat DPR,” katanya.

Dipilih DPRD

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 45) membuka peluang kepala daerah dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Tito menjelaskan Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 tidak mengatur secara spesifik kepala daerah dipilih secara langsung.

"Saya hanya bicara aturan saja. Kalau bicara aturan, kita lihat Pasal 18 ayat (4) UUD. Itu, kuncinya di situ. Kuncinya, di dalam mengenai pemilihan kepala daerah, itu hanya diatur dalam satu pasal saja," kata Mendagri Tito menjawab pertanyaan wartawan di Istana Kepresidenan RI, Jakarta, Selasa (29/7). 

Pasal 18 ayat (4) UUD 45 mengatur: "Gubernur, Bupati, dan Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis".

Menurut Tito, kata yang tercantum dalam pasal tersebut ialah "demokratis", yang artinya pemilihan kepala daerah tidak harus dilakukan secara langsung.

"Demokratis itu artinya menutup peluang untuk ditunjuk, tetapi kalau mau ditunjuk boleh juga, lakukan amendemen UUD 45. Tetapi, pasal itu, dikatakan demokratis. Itu tidak diartikan hanya boleh secara langsung, bisa juga melalui perwakilan. Demokrasi perwakilan namanya, ya itu boleh DPRD. Praktik seperti ini banyak," kata Tito.

Dia kemudian mencontohkan pemilihan kepala pemerintahan/kepala daerah oleh parlemen, misalnya di negara-negara persemakmuran, perdana menteri tidak dipilih secara langsung, tetapi dipilih oleh anggota parlemen.

"Misalnya, negara-negara commonwealth, untuk memilih prime minister bukan dipilih secara langsung, tetapi (yang) memilih (ialah) member of parliament​​​​​​​, anggota DPRD, DPR-nya. Setelah itu, anggota DPR, koalisi terbentuk, baru nanti akan memilih. Koalisi itu akan memilih, menunjuk, atau memilih prime minister​​​​​​​. Itu biasa ya," sambung Tito.

Wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD bergulir setelah dukungan muncul dari beberapa politikus, dan anggota DPR RI. Presiden Prabowo Subianto pada 12 Desember 2024 juga sempat menyinggung ongkos yang mahal untuk menggelar pemilihan kepala daerah secara langsung, sementara di beberapa negara kepala daerah dipilih oleh DPRD.