periskop.id - Angka kelahiran di Indonesia terus menunjukkan tren penurunan dari waktu ke waktu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata jumlah anak yang dilahirkan seorang perempuan selama masa reproduksinya (15-49 tahun) menurun drastis. Jika pada Sensus Penduduk 1971 rata-rata mencapai 5,61 anak, pada Sensus Penduduk 2020 angka tersebut hanya berada di level 2,18 anak.
Penurunan angka kelahiran ini bukan disebabkan oleh berkurangnya keinginan untuk memiliki anak, melainkan perubahan pola pikir dan prioritas hidup. Hal ini diperkuat oleh temuan United Nations Population Fund (UNFPA) yang menunjukkan bahwa mayoritas responden di Indonesia, baik perempuan (50%) maupun laki-laki (43%), masih memiliki keinginan untuk memiliki dua anak.
UNFPA juga mengidentifikasi tiga alasan utama yang mendorong pasangan di Indonesia untuk memilih memiliki jumlah anak yang lebih sedikit:
- Keterbatasan finansial (39%): Kondisi keuangan yang terbatas menjadi alasan paling dominan.
- Kendala tempat tinggal (22%): Ketersediaan tempat tinggal yang sempit atau mahal menjadi faktor penting kedua.
- Ketidakpastian karier (20%): Ketidakjelasan arah dan waktu karier juga memengaruhi keputusan memiliki anak.
Fenomena ini disebut sebagai "krisis fertilitas". Menurut Hassan Mohtashami, perwakilan UNFPA Indonesia, krisis ini bukan tentang keinginan, melainkan kemampuan.
“Krisis fertilitas sesungguhnya bukanlah soal orang yang tidak ingin punya anak, melainkan banyak yang ingin punya anak tapi tidak mampu,” kata Hassan di Jakarta, seperti dilansir melalui laman resmi UNFPA, Kamis (3/7).
Berikut adalah data penurunan angka kelahiran di Indonesia menurut BPS:
- 1971: 5,61
- 1980: 4,68
- 1990: 3,33
- 2000: 2,34
- 2010: 2,41
- 2020: 2,18
Tinggalkan Komentar
Komentar