periskop.id - Ancaman kekerasan berbasis gender online (KBGO) terus mengintai masyarakat seiring makin luasnya akses digital di Indonesia. Data Komnas Perempuan mencatat sebanyak 1.791 kasus KBGO sepanjang 2024, mayoritas berupa kekerasan seksual berbasis elektronik. 

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melaporkan lonjakan signifikan pada triwulan pertama tahun tersebut, dengan 480 kasus, naik empat kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2023. Angka ini menunjukkan bahwa ruang digital belum sepenuhnya aman bagi semua kalangan.

Kemudahan akses internet, seperti layanan Wi-Fi gratis dari pemerintah daerah melalui aplikasi JAKI di Jakarta, justru membuka celah baru bagi terjadinya kekerasan di dunia maya. 

“Semakin mudah dan banyaknya akses terhadap dunia digital, meningkatkan peluang individu menjadi korban KBGO," ungkap Anggota Komnas Perempuan Chatarina Pancer Istiyani.

Di sisi lain, rendahnya literasi digital dan pemahaman tentang kekerasan siber turut memperburuk situasi.

Bentuk KBGO seperti penyebaran konten intim tanpa izin (revenge porn), penggunaan teknologi deepfake, hingga pelecehan siber lewat akun palsu, semakin meresahkan. Kementerian Komunikasi dan Digital menyoroti bahwa penyalahgunaan data pribadi yang tersimpan di internet turut menjadi pemicu utama KBGO. Sayangnya, para pelaku kerap bersembunyi di balik identitas palsu, memanfaatkan anonimitas digital untuk melakukan kekerasan secara bebas tanpa rasa takut.

DKI Jakarta, yang sedang bertransformasi menjadi kota global, tidak lepas dari fenomena ini. Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) DKI Jakarta mencatat hampir 1.000 kasus KBGO pada Juni 2025, mayoritas korbannya adalah remaja berusia antara 8 hingga 40 tahun. 

Plt. Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Dinas PPAPP, Evi Lisa, menjelaskan beberapa jenis KBGO yang sering terjadi seperti doxing, pelecehan siber, dan penyebaran konten intim non-konsensual. Ia menekankan pentingnya peningkatan literasi dan pengawasan teknologi.

Pemerintah DKI Jakarta telah menggelar berbagai kampanye advokasi, pelatihan teknis, seminar daring dan luring untuk memperkuat pemahaman masyarakat tentang pencegahan KBGO. 

“Literasi digital adalah langkah mutlak dalam menjaga keamanan diri, terutama bagi perempuan,” kata Tenaga Ahli PPA, Wulansari.

Edukasi mengenai berelasi sehat di media sosial dan pengelolaan privasi juga menjadi fokus penting dalam menciptakan ruang digital yang lebih aman dan ramah.

Langkah perlindungan lebih lanjut mencakup pemahaman tentang data pribadi atau Personally Identifiable Information (PII), yang mencakup informasi seperti nama, nomor identitas, alamat rumah, foto, hingga data biometrik. 

Kesadaran untuk menjaga privasi dan mendiskusikan bahaya KBGO dalam kehidupan sehari-hari menjadi fondasi utama perlindungan diri di dunia maya. Efek jera bagi pelaku serta dukungan psikologis bagi korban seperti konseling dan psikoedukasi, menjadi bagian integral dalam memastikan mereka tidak menjadi korban kembali di masa depan