periskop.id - Penemuan spesies baru jamur morel di lereng Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, menjadi sorotan ilmiah dalam dunia mikologi Indonesia. Tim peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil mengidentifikasi dan mendeskripsikan jenis baru dari genus Morchella, yang kemudian diberi nama Morchella rinjaniensis.
Dikutip dari Antara, Senin (28/7), penamaan ini diambil langsung dari lokasi penemuannya, yang berada dalam kawasan Cagar Biosfer Rinjani, dan menjadi jamur Morchella tropis pertama dari Indonesia yang telah dicatat secara ilmiah melalui pendekatan morfologi dan analisis molekuler.
Menurut peneliti Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Atik Retnowati, spesies ini memiliki karakter unik yang membedakannya dari Morchella lainnya.
“Spesies ini memiliki kombinasi karakter unik yang tidak ditemukan pada jenis Morchella lain, baik secara morfologi maupun molekuler,” ungkap Atik.
Tubuh buah Morchella rinjaniensis berukuran besar dan bisa mencapai hingga 19 sentimeter, dengan pola lubang (pits) serta tonjolan (ridges) yang tak beraturan, dan spora berukuran besar berbentuk bergelombang seperti labirin.
Penemuan jamur ini berasal dari berbagai jalur pendakian Gunung Rinjani, seperti Torean, Senaru, Sembalun, Tetebatu, dan Aik Berik. Jamur ini tumbuh liar di ketinggian antara 900 hingga 1.200 meter di atas permukaan laut dan biasanya muncul di antara transisi musim hujan menuju kemarau, sekitar April hingga Mei.
Habitatnya berada di bawah vegetasi hutan alami, terutama di area semi terbuka dan sekitar aliran air kecil, berdampingan dengan tumbuhan dari famili Elaeocarpaceae, Urticaceae, dan Myrtaceae.
Dari sisi genetika, analisis terhadap empat gen menguatkan bahwa Morchella rinjaniensis memiliki perbedaan mencolok dari Morchella yang telah dikenal sebelumnya.
Bahkan, pohon filogenetik menempatkan spesies ini dalam satu klade dengan Morchella galilaea, meski keduanya menunjukkan perbedaan signifikan dari segi morfologi dan genetika. Penelitian ini menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman jamur yang masih belum sepenuhnya terungkap.
Potensi pemanfaatan Morchella rinjaniensis pun terbuka lebar. Atik menilai jamur ini layak untuk dikembangkan sebagai sumber pangan alternatif karena termasuk dalam kelompok jamur konsumsi.
“Strategi pelestarian jamur ini sejalan dengan program Man and the Biosphere (MAB) UNESCO yang mendorong pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan melalui pemanfaatan zona transisi biosfer,” jelasnya.
Dalam jangka panjang, temuan ini diharapkan dapat menjadi dasar perencanaan budidaya jamur Morchella secara ramah lingkungan di Indonesia.
Pengembangan ini tidak hanya bertujuan untuk menjawab kebutuhan pangan lokal, tetapi juga dapat memperkuat ekonomi masyarakat sekitar kawasan Rinjani. Pemanfaatan hasil riset ini juga dapat memperkaya database biodiversitas tanah air serta mendorong studi lanjutan di bidang ekologi dan bioprospeksi jamur tropis.
Publikasi ilmiah mengenai Morchella rinjaniensis telah dimuat dalam jurnal Mycobiology edisi Volume 53(4) tahun 2025, di halaman 367–378, dengan judul “Morchella rinjaniensis: A Novel Species of Tropical Morchella (Ascomycota, Pezizales, and Morchellaceae) Discovered in UNESCO Rinjani-Lombok Biosphere Reserve, Indonesia” oleh Retnowati et al.
Jamur morel bukanlah nama baru di dunia kuliner dan pengobatan herbal, namun penemuan versi tropis yang khas Indonesia ini membuka babak baru. Dengan dukungan riset lanjutan dan pendekatan konservatif, Morchella rinjaniensis berpeluang menjadi ikon pangan lokal sekaligus simbol kekayaan hayati Nusantara yang tak ternilai.
Tinggalkan Komentar
Komentar