periskop.id - Wacana redenominasi rupiah kembali mencuat di tengah pelemahan nilai tukar terhadap dolar AS. Pengamat Mata Uang dan Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai, langkah ini bukan sekadar upaya stabilisasi nilai mata uang, melainkan bisa menjadi strategi untuk menekan dana yang disembunyikan para koruptor.

“Redenominasi itu sudah mulai digulirkan di tahun 2010. Saat itu rupiah sudah di atas Rp9.000, sampai akhirnya wacana pemotongan harga rupiah muncul,” kata Ibrahim, dikutip Sabtu (16/11).

Wacana redenominasi sempat menguat di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan tetap bergulir hingga pemerintahan Jokowi. Namun, rancangan undang-undang terkait pemangkasan digit rupiah tak pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) karena penolakan DPR. Memasuki era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Ibrahim menilai momentum politik dan ekonomi semakin mendukung diterapkannya redenominasi.

“Prabowo selalu mendengungkan tentang korupsi, bahwa uang negara habis dimaling. Karenanya redenominasi jadi langkah strategis agar para penimbun uang itu terpaksa menukarkan dananya,” ujarnya.

Menurut Ibrahim, redenominasi bisa menjadi ‘jebakan’ bagi pemilik dana ilegal atau koruptor yang menyimpan uang tunai dalam jumlah besar di luar sistem perbankan. Lebih jauh, Ibrahim menjelaskan kondisi ekonomi yang kian tertekan menjadi faktor pendorong. Rupiah kini berada di atas Rp16.700 per dolar AS, jauh melemah dibandingkan awal wacana redenominasi.

“Kalau pemerintah tidak cepat-cepat melakukan pemangkasan harga rupiah, bisa saja nilai tukar kita tembus Rp17.000 atau bahkan Rp18.000,” tuturnya.

Ibrahim juga menyoroti penolakan dari sejumlah anggota DPR. Menurutnya, hal itu tak lepas dari kebutuhan pendanaan besar menjelang Pemilu 2029, yang bisa terganggu jika redenominasi diterapkan pada 2027.

Meski memicu perdebatan, Ibrahim menilai pemangkasan digit rupiah tetap penting dalam menghadapi tekanan ekonomi dan menjaga kepercayaan pasar. Ia menegaskan bahwa redenominasi perlu dilihat sebagai strategi jangka panjang bagi stabilitas dan kemajuan ekonomi Indonesia.

“Karena nanti dana yang dipersiapkan untuk kampanye bisa tertahan jika redenominasi dijalankan di 2027. Saya sebagai seorang ekonom mendukung pemerintah untuk pemangkasan mata uang rupiah. Ini demi kemajuan bangsa Indonesia ke depan,” pungkasnya.