periskop.id - Belakangan, semakin banyak orang membicarakan kemungkinan terjadinya gelembung di sektor kecerdasan buatan (Artificial intelligence/AI). Ini muncul bersamaan dengan semakin percaya diri para analis yang menyarankan beli saham teknologi.

Nilai saham-saham terkait AI terus meroket, tapi di saat yang sama banyak investor merasa cemas dan khawatir akan kejatuhan yang tiba-tiba. Fenomena takut ketinggalan (Fear of Missing Out/FOMO) ikut mendorong banyak orang masuk ke saham AI meskipun risikonya besar.

Tapi ada juga pandangan yang menyebut investasi besar-besaran ke berbagai proyek AI sebagai langkah logis. Meski banyak proyek AI masih belum terbukti jelas hasilnya, potensi keuntungannya sangat besar. Konsep ini disebut “gelembung rasional.”

Maksudnya, kalau peluang untuk untung sangat besar, tidak masalah bagi investor untuk pasang banyak taruhan, meski sebagian harus siap rugi. Cukup satu atau dua yang berhasil besar, investasinya bisa balik modal atau bahkan untung besar.

Sayangnya, situasi di lapangan sedang tidak baik-baik saja, dan itu terlihat minggu ini.

Menurut Dan Ives, analis dari Wedbush, penurunan saham teknologi di minggu ini menjadi momen yang sangat menegangkan bagi para investor. Dimulai dari saham Palantir (PLTR) yang turun meski kinerja keuangannya bagus, kemudian melebar menjadi kekhawatiran soal gelembung AI.

Faktor lain ikut memperburuk keadaan, seperti potensi penurunan pendapatan Nvidia (NVDA) dari pasar China, sikap arogan OpenAI, dan investor terkenal Michael Burry (dari film The Big Short) yang kini bertaruh melawan saham-saham AI. Namun, meski Ives mencatat suasana negatif ini, ia juga yakin bahwa kepanikan kali ini hanya sementara.

“Menurut kami ini cuma momen panik singkat di saham teknologi. Kami percaya saham-saham teknologi akan bangkit lagi sampai akhir tahun karena investor ingin masuk ke gelombang Revolusi AI,” kata Ives, dikutip dari Yahoo Finance, Sabtu (16/11).

Ives juga menyebutkan bahwa gelombang AI pertama melalui Nvidia dan perusahaan teknologi besar lainnya, baru permulaan. Setiap $1 yang dipakai untuk membeli produk Nvidia, katanya, bisa menghasilkan $8 hingga $10 dari produk dan layanan AI lainnya. Nvidia akan melaporkan kinerja keuangan mereka pada hari Rabu, yang dianggap sebagai momen penting bagi industri AI.

Di sisi lain, CEO Palantir, Alex Karp, juga menanggapi para analis yang menyarankan agar investor menjauh dari saham perusahaan tersebut. Padahal, Palantir sangat diminati oleh investor ritel.

“Saya punya masalah dengan para pakar keuangan tradisional, termasuk para analis mereka. Tahukah Anda berapa banyak orang yang rugi karena pendapat Anda soal Palantir?” kata Karp. 

Sementara itu, CEO AMD Lisa Su juga ikut menyebar optimisme. Ia memperkirakan pasar data center, yang menjadi tulang punggung teknologi AI, akan bernilai $1 triliun pada tahun 2030. Bahkan, saham AMD langsung naik 5% setelah pernyataannya itu. Ini menambah dorongan optimisme bagi investor yang sempat khawatir.