periskop.id - Pelapor sengketa informasi ijazah Presiden Joko Widodo, Bonatua Silalahi, mengungkapkan adanya kemungkinan untuk menempuh jalur gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Langkah ini dipertimbangkan terkait polemik dokumen ijazah Presiden yang diduga belum diarsipkan oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI).

“Jalur pidana, yes. Tapi, kita juga terbuka (gugat) ke PTUN. Karena habis nanti keputusan (Komisi Informasi Pusat), kalau kita tidak puas kita banding ke PTUN,” kata Bonatua di Jakarta, Selasa (11/11).

Bonatua baru saja selesai menjalani sidang keempat terkait sengketa informasi kearsipan ijazah Jokowi di Komisi Informasi Pusat (KIP) pada hari yang sama.

Menurut Bonatua, PTUN akan menjadi "pertempuran yang sebenarnya" untuk menguji substansi kasus arsip ijazah ini.

Ia menilai persidangan yang saat ini berjalan di KIP agendanya masih bersifat informatif, yakni sebatas menghadirkan saksi-saksi.

“Di situ (PTUN) nanti baru kita masuk pertempuran yang sebenarnya... Kalau di PTUN, kita sudah mulai lebih luas ya persidangannya karena memanggil saksi dari berbagai perspektif,” ungkap Bonatua.

Sementara itu, kuasa hukum Bonatua, Abdul Gafur, menjelaskan bahwa kasus ini juga sudah masuk ke ranah pidana.

Pihaknya telah resmi membuat laporan di Bareskrim Polri pada Jumat (7/11) lalu, bertepatan dengan penetapan 8 tersangka kasus dugaan ijazah palsu Jokowi di Polda Metro Jaya.

“Dan pasal-pasal yang kami laporkan itu adalah semua pasal-pasal yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana kearsipan,” kata Gafur, Selasa (11/11).

Gafur merinci, laporan pidana itu ditujukan kepada sejumlah lembaga negara yang dinilai bertanggung jawab atas kearsipan tersebut.

“Yaitu terhadap KPU, terhadap ANRI, terhadap KPU DKI Jakarta, terhadap KPU Solo, juga terhadap Lembaga Kearsipan Daerah yang di Solo dan DKI. Semua dilaporkan,” ujarnya.

Pelaporan terhadap banyak lembaga itu, lanjut Gafur, dilakukan karena pihaknya menduga adanya semacam pemufakatan.

Ia menuding lembaga-lembaga tersebut diduga berusaha menutupi keberadaan ijazah Jokowi agar tidak diarsipkan dan tidak bisa diakses oleh publik.

“Ada semacam yang dilakukan oleh lembaga-lembaga ini untuk berusaha menutup-nutupi keberadaan ijazah atau jejak ijazah yang sebenarnya saat ini menjadi polemik,” tegas Gafur.

Gafur juga mengeluhkan bahwa semakin lama polemik ijazah ini dibongkar, pihaknya merasa kebenarannya justru semakin gelap, bukan semakin terang.

“Jadi semakin hari dibongkar, ini bukan kita menemukan titik terang, tapi kita malah digiring kepada lorong yang gelap,” tuturnya.

Ia menilai penelitian yang dilakukan kliennya, Bonatua, justru yang berhasil membuat isu ini menjadi lebih jelas.

“Dan penelitiannya Pak Bonatua ini justru malah membuat terang-benderang bahwa keberadaan ijazah Pak Jokowi ini masih misterius,” pungkas Gafur.