Periskop.id – Polusi udara bukan sekadar kabut tipis yang terlihat di langit kota besar terutama di Jakarta. Di balik penurunan kualitas udara, terdapat beragam partikel dan gas berbahaya yang bisa menyerang kesehatan tubuh. Sayangnya, banyak masyarakat belum memahami secara detail zat-zat yang harus diwaspadai ketika polusi udara meningkat.

Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, udara yang tercemar mengandung sejumlah partikel dan gas kimia dapat memicu gangguan pernapasan, penyakit kronis, bahkan kematian. Hal ini menjadi perhatian serius seiring memburuknya kualitas udara di berbagai kota seperti Jakarta, Tangerang, dan Bekasi dalam beberapa waktu terakhir.

"Udara buruk itu biasanya mengandung partikel dan gas yang berbahaya," kata Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Rabu.

Partikel Berbahaya dalam Polusi Udara yang Perlu Diwaspadai

Berikut ini daftar zat dan partikel utama paling berbahaya saat terjadi polusi udara, beserta dampaknya terhadap kesehatan:

1. PM2.5 (Particulate Matter 2.5 Mikrometer)

Partikel halus ini berukuran sangat kecil (kurang dari 2,5 mikrometer) sehingga dapat masuk jauh ke dalam paru-paru hingga aliran darah.

Fakta: Menurut WHO, paparan jangka panjang terhadap PM2.5 dapat meningkatkan risiko serangan jantung, stroke, dan kanker paru-paru.

Dampak: Infeksi saluran napas, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), dan kematian dini.

2. PM10 (Particulate Matter 10 Mikrometer)

Sedikit lebih besar dari PM2.5, namun tetap berbahaya jika terhirup dalam jumlah besar.

Fakta: PM10 banyak ditemukan dalam debu jalanan dan polusi kendaraan.

Dampak: Batuk kronis, sesak napas, iritasi hidung dan tenggorokan.

3. Ozon Permukaan (O₃)

Ozon di permukaan bumi terbentuk dari reaksi sinar matahari dengan polutan seperti nitrogen oksida dan senyawa organik.

Fakta: Paparan ozon meningkatkan risiko gangguan paru-paru, terutama pada anak-anak dan lansia.

Dampak: Sesak napas, iritasi tenggorokan, dan berkurangnya fungsi paru-paru.

4. Nitrogen Dioksida (NO₂)

Gas ini dilepaskan terutama dari kendaraan bermotor dan aktivitas industri.

Fakta: WHO mencatat NO₂ sebagai salah satu penyebab meningkatnya kunjungan IGD untuk kasus asma.

Dampak: Iritasi saluran napas, memicu asma, melemahkan sistem imun paru.

5. Sulfur Dioksida (SO₂)

Dihasilkan dari pembakaran batu bara dan minyak oleh industri serta pembangkit listrik.

Fakta: Konsentrasi tinggi SO₂ dalam udara dapat memicu serangan asma akut.

Dampak: Batuk, sesak napas, dan radang pada sistem pernapasan.

6. Karbon Monoksida (CO)

Gas tidak berwarna dan tidak berbau, sangat beracun karena mengikat hemoglobin lebih kuat dari oksigen.

“Karbon monoksida diketahui dapat mengikat hemoglobin dalam darah, sehingga mengurangi suplai oksigen untuk diedarkan ke seluruh tubuh,” jelas Aji Muhawarman.

Fakta: Paparan CO berkepanjangan bisa mengganggu perkembangan janin dan meningkatkan risiko BBLR (Berat Badan Lahir Rendah) serta kematian perinatal.

Dampak: Pusing, kelelahan, kebingungan, dan pada kadar tinggi bisa menyebabkan kematian.

Langkah Pencegahan dari Paparan Polusi Udara

Kementerian Kesehatan mengimbau masyarakat mengambil tindakan pencegahan ketika kualitas udara memburuk, di antaranya:

  • Gunakan masker khusus polusi udara (seperti N95) saat beraktivitas di luar ruangan.
  • Hindari aktivitas fisik berat di luar saat Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) menunjukkan level tidak sehat.
  • Ventilasi rumah harus cukup agar sirkulasi udara tetap optimal.
  • Hindari pembakaran sampah dan penggunaan kompor kayu di dalam rumah.
  • Kurangi pemakaian produk kimia beraroma tajam seperti pengharum ruangan atau cairan pembersih.
  • Tanam tanaman penyaring udara seperti lidah mertua atau sirih gading di rumah.

"Batasi penggunaan produk yang mengandung bahan kimia kuat seperti semprotan, pengharum ruangan, atau pembersih dengan bahan kimia keras. Bahan-bahan itu dapat mengeluarkan Volatile Organic Compounds (VOC) yang berbahaya juga ya," lanjut Aji.