Periskop.id – Kementerian Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi tengah memfinalisasi peluncuran Buku Sejarah Indonesia edisi revisi sebagai bagian dari perayaan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia.
“Pokoknya bukunya nanti diluncurkan dalam rangka 80 tahun Indonesia merdeka. Pokoknya 80 tahun Indonesia merdeka kita punya buku sejarah Indonesia,” ujar Dirjen Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Restu Gunawan saat ditemui di kantor Kementerian Kebudayaan, Kamis (7/8).
Buku tersebut saat ini sedang melalui tahap penyuntingan dan telaah akhir, setelah dilakukan uji publik di empat universitas besar di Indonesia, yaitu:
- Universitas Indonesia, Depok (25 Juli)
- Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (28 Juli)
- Universitas Negeri Padang (31 Juli)
- Universitas Negeri Makassar (4 Agustus)
Langkah ini dilakukan untuk memastikan buku yang akan diluncurkan tersebut benar-benar akurat, ilmiah, dan mencerminkan semangat zaman dengan narasi sejarah yang diperbaharui.
Sejarah Ditulis dari Perspektif Indonesia
Menteri Kebudayaan Fadli Zon menekankan bahwa penulisan ulang sejarah nasional ini harus dikerjakan oleh para ahli, bukan sembarangan penulis.
“Kami tidak bisa sembarangan menyerahkan penulisan ulang sejarah nasional Indonesia kepada yang bukan ahlinya,” tegas Fadli pada 25 Juli 2025.
Sebanyak 112 sejarawan dari 34 perguruan tinggi di Indonesia dilibatkan dalam proyek ini. Penulisan dilakukan dengan pendekatan ilmiah yang menempatkan perspektif Indonesia, bukan versi kolonial seperti yang selama ini dominan dalam narasi sejarah.
Buku ini direncanakan akan terdiri dari 10 jilid utama, yang mencakup berbagai periode penting dalam sejarah nusantara. Meski tidak mencakup seluruh sejarah bangsa, buku ini disebut dapat menjadi “highlight” utama sejarah Indonesia.
“Tapi dengan 10 jilid saja bisa menjadi highlight nya saja,” tambah Fadli.
Tidak Ada yang Ditutup-Tutupi
Yang menarik dari edisi terbaru ini adalah keterbukaan dalam penulisan sejarah. Menteri Kebudayaan Fadli Zon secara tegas mengatakan bahwa buku ini tidak akan menutupi fakta sejarah, dan justru terbuka untuk debat ilmiah.
“Tidak ada yang ditutup-tutupi dalam penulisan ulang sejarah nasional Indonesia, bahkan penulisan sejarah sangat terbuka untuk diperdebatkan,” ungkapnya.
Buku sejarah terakhir ditulis 26 tahun lalu, dan dinilai sudah tidak relevan lagi dengan banyaknya temuan-temuan arkeologis dan perkembangan historiografi baru. Salah satu contohnya adalah lukisan purba berusia 51.200 tahun yang ditemukan pada 2003, yang menjadi bukti bahwa peradaban Indonesia telah ada jauh sebelum narasi kolonial terbentuk.
Instrumen Reflektif Bangsa
Peluncuran Buku Sejarah Indonesia terbaru ini bukan hanya sebagai produk akademik, tapi juga sebagai alat refleksi nasional, untuk menumbuhkan kesadaran sejarah lintas generasi dan memperkuat identitas kebangsaan.
Diharapkan buku ini mampu menghidupkan kembali semangat dan cita-cita perjuangan para pendiri bangsa, dan menjadi fondasi pengetahuan sejarah yang lebih objektif serta membumi untuk masyarakat luas.
Tinggalkan Komentar
Komentar