periskop.id - Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan melalui Pengolahan Sampah menjadi Energi Terbarukan. Aturan ini hadir sebagai jawaban atas persoalan timbunan sampah nasional yang mencapai puluhan juta ton setiap tahun.

Perpres yang terdiri dari delapan bab dan 33 pasal itu diteken pada Jumat, 10 Oktober 2025, dan salinannya diterima publik beberapa hari kemudian. Regulasi ini menegaskan bahwa pengelolaan sampah bukan hanya soal kebersihan kota, tetapi juga bagian dari strategi energi berkelanjutan.

Melansir Antara, Rabu (15/10) dalam Pasal 2 dijelaskan, tujuan utama peraturan ini adalah mengatasi kedaruratan sampah yang menimbulkan pencemaran, kerusakan lingkungan, hingga gangguan kesehatan masyarakat. Selain itu, pemerintah ingin mendorong pengolahan sampah menjadi energi baru dan terbarukan, sekaligus menerapkan prinsip “pencemar yang membayar” bagi setiap produsen sampah.

Energi yang dihasilkan dari pengolahan sampah tidak terbatas pada listrik. Perpres membuka peluang pemanfaatan sampah menjadi bioenergi, bahan bakar minyak (BBM) terbarukan, serta produk ikutan lain yang bernilai ekonomi. Dengan demikian, sampah dipandang sebagai sumber daya, bukan sekadar limbah.

Aturan ini juga merinci pembagian tugas antar kementerian dan lembaga. Kementerian Lingkungan Hidup, Badan Penyelenggara Investasi (BPI) Danantara, PT PLN (Persero), hingga badan usaha swasta dilibatkan dalam program ini. Danantara diberi mandat menunjuk badan usaha pengelola fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (BUPP PSEL), sekaligus memastikan investasi dilakukan dengan memperhatikan kelayakan komersial, finansial, dan risiko manajemen.

Sementara itu, PLN ditugaskan membeli listrik yang dihasilkan dari fasilitas PSEL. Dengan skema ini, pemerintah berharap ada kepastian pasar bagi energi terbarukan berbasis sampah, sehingga menarik minat investor dan mempercepat pembangunan fasilitas.

Perpres juga menetapkan kriteria daerah yang dapat menyelenggarakan program ini. Kabupaten atau kota harus memiliki volume sampah minimal 1.000 ton per hari agar layak menyalurkan sampah ke pengolah energi. Selain itu, pemerintah daerah diwajibkan mengalokasikan dana APBD untuk pengumpulan dan pengangkutan sampah, menyediakan lahan pengolahan, serta menyusun peraturan daerah terkait retribusi kebersihan.

Lahan yang disediakan daerah akan dikelola pihak pengolah sampah dengan mekanisme pinjam pakai. Perpres menegaskan, lahan tersebut tidak dikenakan biaya selama masa pembangunan maupun operasional fasilitas PSEL. Skema ini diharapkan meringankan beban investasi sekaligus mempercepat realisasi proyek.

Sebagai langkah awal, DKI Jakarta ditetapkan sebagai daerah pelaksana program pengolahan sampah menjadi energi listrik. Daerah lain yang ingin mengembangkan program serupa akan ditetapkan kemudian oleh Menteri Lingkungan Hidup, dengan mempertimbangkan kriteria yang sudah diatur dalam Perpres No. 109/2025.