periskop.id - Pemerintah Indonesia akan segera menyusun sebuah protokol khusus yang akan mengatur aliran data pribadi lintas batas (cross border) dengan Amerika Serikat (AS). 

Protokol ini merupakan salah satu poin kesepakatan utama dalam kerangka kerja sama dagang kedua negara dan dirancang untuk menjadi panduan tata kelola serta perlindungan data.

“Kedua negara sepakat agar Indonesia menyiapkan protokol terkait cross border data pribadi yang akan menjadi panduan tata kelola lintas negara dan perlindungan data pribadi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Joint Statement Indonesia-AS, Jakarta, Kamis (25/7).

Penyusunan protokol ini menjadi langkah strategis untuk memastikan bahwa setiap pertukaran data warga negara Indonesia dilakukan dengan standar keamanan yang tinggi dan memiliki payung hukum yang jelas.

Seluruh proses transfer data antarnegara nantinya akan tetap berada di bawah pengawasan ketat otoritas Indonesia. Pelaksanaannya wajib mengacu pada prinsip kehati-hatian dan berlandaskan hukum nasional, yaitu Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Airlangga menyatakan bahwa kesepakatan dagang ini akan menjadi landasan hukum yang kokoh.

“Kesepakatan perdagangan antara Indonesia dan AS akan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi antar negara,” ujar Airlangga.

Pemerintah juga berkomitmen untuk memastikan proses pemindahan data, baik secara fisik maupun digital, dilaksanakan dalam kerangka tata kelola yang aman dan terpercaya (secure and reliable data governance).

Sebagai konteks, kerja sama ini berjalan di tengah meningkatnya investasi perusahaan teknologi AS di Indonesia.

Saat ini, tercatat sudah ada 12 perusahaan AS yang membangun dan mengoperasikan fasilitas pusat data (Data Center) di dalam negeri, termasuk Microsoft, Amazon Web Services (AWS), dan Google.

Pemerintah Indonesia menjanjikan adanya aturan baru untuk memfasilitasi transfer data pribadi ke Amerika Serikat (AS) sebagai bagian dari kesepakatan dagang yang lebih luas. 

Aturan ini dirancang untuk memberikan kepastian hukum dan kemudahan bagi perusahaan-perusahaan, terutama yang berbasis di AS, untuk memindahkan data keluar dari wilayah Indonesia, dengan pengakuan bahwa AS dianggap memberikan perlindungan data yang memadai.

Meskipun demikian, pemerintah mengklaim bahwa proses transfer data tersebut akan tetap berjalan di bawah pengawasan ketat dan mengacu pada koridor hukum nasional, yaitu Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). 

Kesepakatan ini merupakan salah satu komponen non-tarif dari perjanjian dagang resiprokal, di mana isu keamanan dan kedaulatan data menjadi perhatian utama di tengah komitmen fasilitasi aliran data lintas batas tersebut.