Periskop.id- Bank Dunia menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 menjadi 4,8%, naik dari estimasi sebelumnya yang berada di level 4,7%. Dalam laporan East Asia and Pacific Economic Update edisi Oktober 2025 yang dirilis, Selasa (7/10), Bank Dunia mencatat pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara kawasan Asia Timur dan Pasifik (EAP) masih relatif tinggi.
Namun, sejumlah langkah yang diambil untuk mempertahankan laju pertumbuhan saat ini, dinilai belum tentu mampu mendukung pertumbuhan ekonomi di masa mendatang. Bank Dunia menyoroti, pertumbuhan tahunan di China dan Indonesia yang mencapai sekitar lima persen, melampaui estimasi potensi pertumbuhan berkat dukungan pemerintah.
Laporan tersebut memperkirakan, defisit fiskal China akan naik dari 4,5% pada 2019 menjadi 8,1% pada 2025. Di saat yang sama, rasio utang publik terhadap produk domestik bruto (PDB) diprediksi mencapai 70,8% pada tahun ini. Peningkatan ini dipandang akan mempersempit ruang bagi pemerintah China untuk memberikan stimulus fiskal pada tahun 2026.
Laporan tersebut juga menyebut, tantangan fiskal di Indonesia lebih berkaitan dengan komposisi belanja pemerintah, ketimbang besaran defisit yang diperkirakan masih sesuai dengan batasan yang ditetapkan dalam aturan fiskal nasional.
"Saat ini, alokasi anggaran pemerintah Indonesia difokuskan pada subsidi untuk sektor pangan, transportasi, dan energi, serta investasi yang digerakkan oleh negara guna mendorong peningkatan permintaan agregat dalam perekonomian," demikian laporan tersebut.
Bank Dunia menekankan, China dan Indonesia perlu melakukan reformasi. Seperti penghapusan hambatan non-tarif di sektor jasa, deregulasi, dan penyederhanaan perizinan usaha, khususnya di Indonesia, guna meningkatkan potensi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja produktif.
Efisiensi Ekonomi
Sementara itu, Bank Dunia menyebut negara lain di kawasan seperti Filipina dan Vietnam telah melakukan reformasi struktural yang berpotensi meningkatkan efisiensi ekonomi dan proyeksi pertumbuhan.
Misalnya di Filipina, pemerintah telah membuka sektor-sektor strategis seperti logistik, telekomunikasi, dan energi terbarukan untuk menciptakan persaingan yang lebih besar. Serta memperkuat kapasitas tenaga kerja melalui kerangka Enterprise-Based Education and Training (EBET).
Sementara itu, di Vietnam, pemerintah telah memulai reformasi institusional sejak akhir 2024. Termasuk restrukturisasi birokrasi besar-besaran dengan pengurangan jumlah kementerian dan lembaga.
Kemudian menyederhanakan struktur pemerintahan daerah dari 63 menjadi 34 provinsi, menghapus level pemerintah tingkat distrik, serta pengurangan jumlah pegawai negeri hingga 20 % atau setidaknya 100 ribu orang dalam lima tahun.
Reformasi lainnya mencakup pembaruan Undang-Undang Pertanahan, Undang-Undang Anggaran Negara, dan penyederhanaan layanan bisnis untuk memperbaiki iklim investasi.
Tinggalkan Komentar
Komentar