Periskop.id - Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Suminto meyakini bahwa tingkat utang negara yang terus meningkat akan dapat dikelola dan dibayar melalui strategi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas. Menurutnya, pertumbuhan yang kuat akan meningkatkan penerimaan negara dan kemampuan membayar utang.
Pernyataan ini disampaikan Suminto saat ditanya wartawan mengenai utang negara yang semakin tinggi, dalam acara Media Gathering APBN 2026 di Hotel Novotel, Sentul, Bogor, Jumat (10/10).
"Makanya tadi, utang akan dibayar oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi akan menyebabkan kita mendapatkan penerimaan negara yang lebih tinggi juga, Kemampuan membayar kita juga akan lebih tinggi," kata Suminto.
Suminto menjelaskan bahwa strategi pengelolaan fiskal dan perekonomian Indonesia bersifat terintegrasi. Hal ini bertujuan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh belanja negara yang berfungsi sebagai katalis dan driver. Belanja negara harus berkualitas, produktif, dan mampu menjalankan fungsi utama fiskal, yakni alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
Strategi yang diterapkan mencakup tiga pilar, yakni:
- Pendapatan: Memperoleh lebih banyak penerimaan melalui peningkatan kepatuhan dan administrasi perpajakan.
- Belanja: Memastikan belanja berkualitas dan produktif.
- Pembiayaan: Dilakukan secara hati-hati, sustainable, dan mengembangkan creative financing seperti blended financing dan Public-Private Partnership (PPP).
Suminto menegaskan bahwa meskipun utang negara besar secara nominal, level rasio utang terhadap PDB (debt to GDP ratio) Indonesia masih tergolong rendah dan terkendali.
Pada akhir Juni 2025, rasio utang terhadap PDB berada di kisaran 39,86% (naik tipis dari 39,8% pada Desember 2024).
Total utang per Desember 2024 mencapai Rp8.813 triliun, terdiri dari pinjaman Rp1.870 triliun dan Surat Berharga Negara (SBN) baik konvensional maupun syariah Rp7.725 triliun.
"Jadi melalui berbagai upaya termasuk berbagai reform, maka kita meyakini debt to GDP ratio kita even akan tetap terjaga pada level yang relatif rendah, sekali lagi didukung oleh kinerja perekonomian dan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan insyaallah akan lebih tinggi lagi dari waktu ke waktu," jelas Suminto.
Terkait tingginya ICOR (Incremental Capital Output Ratio), yang mencerminkan inefisiensi investasi, Suminto menyatakan bahwa upaya perbaikan terus dilakukan melalui reformasi.
"Makanya efisiensi, produktivitas itu kan terus kita tingkatkan, ada lagi melalui berbagai reform. Reform-reform yang kita lakukan itu akan diharapkan, akan meningkatkan efisiensi dan produktivitas kita. Meaning ICOR-nya akan lebih berbeda," jelasnya.
Reformasi yang dimaksud, termasuk di sisi perizinan dan berbagai upaya lainnya, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas nasional.
Untuk mengelola risiko pergerakan kurs, Kemenkeu memastikan sebagian besar utang negara dalam mata uang Rupiah. Utang dalam Rupiah mencapai 71,7% dari total utang, sedangkan dalam valuta asing (valas) hanya sekitar 28,3%.
"Ini merupakan komposisi mata uang atau currency yang baik sehingga kita dapat mengelola risiko pergerakan kurs dengan tidak terekspos risiko kurs," papar Suminto.
Dirinya menutup dengan penjelasan bahwa strategi pengadaan utang pada 2025 akan mempertahankan komposisi utang valas di kisaran 25%-30%, yang bertujuan menjaga stabilitas pergerakan kurs.
Tinggalkan Komentar
Komentar