Periskop.id - Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menyampaikan, pihaknya akan menerima tambahan anggaran sebesar Rp5 triliun dari pemerintah. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun 100 gudang baru di berbagai wilayah Indonesia.
"Itu perintah dari Pak Presiden Prabowo Subianto seperti itu. Jadi total anggaran yang diberikan oleh Bapak (Presiden Prabowo Subianto) totalnya ada Rp5 triliun untuk 100 gudang," kata Rizal ditemui di sela menghadiri serah terima jabatan (sertijab) Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) dari Arief Prasetyo Adi kepada Andi Amran Sulaiman yang juga Menteri Pertanian di Jakarta, Senin (13/10).
Ia menegaskan, program pembangunan 100 gudang itu merupakan instruksi langsung Presiden Prabowo Subianto. Hal tersebut untuk memperkuat infrastruktur penyimpanan pangan nasional di daerah sentra produksi yang belum memiliki fasilitas penyimpanan memadai.
Gudang-gudang baru tersebut akan dibangun secara merata di kabupaten dan kota yang menjadi lumbung pangan. Namun, selama ini belum memiliki fasilitas penyimpanan hasil pertanian seperti padi dan jagung.
Bulog memprioritaskan wilayah yang memiliki potensi hasil pertanian besar. Seperti Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, yang dikenal sebagai sentra produksi jagung, tetapi belum dilengkapi dengan gudang penyimpanan.
"Contoh lagi di kabupaten yang produksi padi, tapi tidak ada gudangnya. Nah itu kita bangunkan. Itu perintah dari Pak Presiden seperti itu," tutur Rizal.
Ia menjelaskan, setiap gudang memiliki ukuran bervariasi mulai dari 1.000 ton hingga 3.500 ton, tergantung luas lahan pertanian dan volume panennya.
Penyesuaian kapasitas dilakukan agar penggunaan anggaran lebih efisien dan sesuai kebutuhan, mengingat karakteristik produksi di tiap wilayah berbeda antara padi, jagung, dan komoditas pangan lainnya.
Rizal menjelaskan, perencanaan lokasi dan kapasitas gudang dilakukan secara matang melalui sinkronisasi data antara Bulog, Kementerian Pertanian, serta pemerintah daerah untuk memastikan ketepatan sasaran pembangunan.
Pembangunan gudang sendiri dijadwalkan mulai terealisasi sebelum masa panen raya Maret hingga Mei, agar hasil panen baru dapat langsung terserap dan tersimpan di fasilitas baru tersebut.
Saat ini Bulog telah memiliki 1.555 gudang yang tersebar di seluruh Indonesia. Dengan tambahan 100 gudang baru diharapkan daya tampung nasional meningkat signifikan untuk menjaga stabilitas pasokan.
"Bulan Maret, Insya Allah gudang-gudang ini bisa terbangun, sehingga panen raya Maret sampai dengan Mei nanti bisa masuk ke gudang baru," kata Rizal.
Penggabungan Dengan Bapanas
Sementara itu, Pakar Pertanian Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Totok Agung Dwi Haryanto mendukung rencana penggabungan Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas). Pasalnya, hal tersebut dapat meningkatkan efisiensi dan memperkuat tata kelola pangan nasional.
"Kalau penggabungan ini dilakukan untuk efisiensi kelembagaan agar tidak tumpang tindih fungsi, itu langkah yang sangat tepat," ucapnya seperti dilansir Antara di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Senin.
Ia mengatakan, selama ini, Bulog sebagai perusahaan umum di bawah Kementerian BUMN menjalankan dua peran yang kerap berseberangan, yakni fungsi sosial atau pelayanan publik dan fungsi komersial. Dalam hal pelayanan publik, kata dia, Bulog menjalankan fungsi stabilisasi harga, pengelolaan cadangan beras pemerintah, dan pendistribusian bantuan sosial (bansos) beras.
Sementara, dalam fungsi komersial, lanjut dia, Bulog menjalankan bisnis untuk beberapa komoditas strategis. Menurut dia, fungsi sosial yang dijalankan Bulog tersebut memiliki kemiripan dengan tugas Bapanas.
"Dalam tugas Bapanas memang ada yang sangat bagus, itu mengenai keragaman konsumsi pangan, terus ada mengendalikan kerawanan pangan serta gizi, dan sebagainya," tuturnya.
Terkait dengan hal itu, dia mengaku mendukung wacana penggabungan Bulog dan Bapanas, terutama dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial atau pelayanan publik. Sementara, untuk fungsi komersial yang selama ini dijalankan oleh Bulog, kata dia, alangkah baiknya diserahkan kepada BUMN bidang pangan lainnya yang tergabung dalam ID Food.
Kendati demikian, dia mengatakan, BUMN bidang pangan juga harus memberikan dukungan, ketika lembaga hasil penggabungan Bulog dan Bapanas tersebut membutuhkan cadangan pangan.
"Kalau fungsi sosial dan kebijakan ditangani satu lembaga, sementara bisnisnya diserahkan ke korporasi pangan, itu akan membuat sistem pangan nasional lebih efisien dan responsif," imbuhnya.
Terkait bentuk kelembagaan, dia mengatakan penggabungan Bulog dan Bapanas itu sebaiknya tidak diwujudkan dalam bentuk kementerian baru, melainkan lembaga setingkat menteri.
"Dengan status lembaga setingkat menteri, koordinasi lintas sektor seperti dengan Kementerian Pertanian atau Kementerian Perdagangan akan lebih fleksibel tanpa menambah struktur birokrasi," ujarnya.
Menurutnya, penggabungan Bulog dan Bapanas juga berpotensi memperkuat perencanaan cadangan pangan nasional, serta mempercepat respons pemerintah terhadap gejolak harga dan ancaman krisis pangan.
"Yang penting, fungsi Bulog sebagai penjaga ketahanan pangan tetap dipertahankan dalam sistem baru yang lebih efisien dan terintegrasi," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi mengatakan pemerintah akan mengkaji usulan Komisi IV DPR RI untuk mengubah status Bulog menjadi kementerian/lembaga. Termasuk menggabungkan Bulog dengan Bapanas agar distribusi bahan pokok menjadi lebih mudah dan tidak terhambat birokrasi yang berbelit.
"Nanti, kita kaji ya nanti kita kaji dulu ya. Yang pasti adalah Bulog terus kita perbaiki," kata Prasetyo saat memberikan keterangan usai menghadiri rapat terbatas dipimpin Presiden Prabowo di kediaman Kertanegara, Jakarta, Minggu (12/10/2025).
Bulog atau Badan Urusan Logistik didirikan pada 10 Mei 1967 untuk menggantikan Komando Logistik Nasional (Kolagnas) yang saat itu dibubarkan oleh pemerintah.
Bulog yang menjalankan beberapa tugas seperti mengadakan cadangan pangan dan stabilisasi harga pangan, sempat disatukan dengan lembaga yang baru dibentuk pada tahun 1993, yakni Kementerian Negara Urusan Pangan, namun hal itu hanya berlangsung hingga 1997.
Setelah sempat mengalami beberapa kali pengurangan dan perubahan tugas, Bulog pada September 2001 diletakkan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Selanjutnya pada Januari 2003, pemerintah mengubah status Bulog sebagai perusahaan umum (perum) atau menjadi badan usaha milik negara di bawah Kementerian BUMN.
Tinggalkan Komentar
Komentar