periskop.id - Indonesia diperkirakan tidak lagi membutuhkan impor beras mulai 2025 seiring proyeksi kenaikan produksi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi beras tahun depan diprediksi mencapai 34,77 juta ton, atau meningkat 13,54% dibandingkan realisasi 2024.

Ketua Komisi IV DPR RI Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto menilai tren tersebut menunjukkan semakin kuatnya upaya swasembada pangan yang dijalankan pemerintah di bawah Presiden Prabowo Subianto.

“Berbagai indikator menunjukkan peningkatan signifikan pada produksi, kesejahteraan petani, stabilitas pasokan, hingga reformasi tata kelola pangan nasional,” ujarnya, mengutip Antara, Jumat (14/11).

Titiek menjelaskan, capaian itu tidak terlepas dari konsistensi kebijakan sejak Oktober 2024 yang menempatkan swasembada beras, jagung, dan komoditas strategis lainnya sebagai prioritas nasional. Ia menyampaikan apresiasi atas progres signifikan sektor pangan pada tahun pertama pemerintahan Prabowo.

Salah satu indikator yang ia soroti adalah proyeksi BPS yang menyebut pemerintah akan bisa menghentikan impor beras sepenuhnya tahun depan. Padahal, pada periode 2023–2024, impor beras kumulatif Indonesia mencapai lebih dari 7,5 juta ton.

“Langkah ini memberikan dampak ekonomi, sosial, ketahanan nasional, serta lingkungan yang terukur dan signifikan,” kata Titiek.

Peningkatan produksi tersebut, kata Komisi IV, merupakan hasil kerja kolektif petani serta keberpihakan pemerintah melalui penyediaan sarana, akses teknologi, dan perbaikan manajemen produksi. Nilai Tukar Petani (NTP) pangan juga menunjukkan perbaikan, mencapai 124,36 dan melampaui target pemerintah 110. Menurut Titiek, angka itu menandakan ruang ekonomi petani semakin baik dan mendorong produktivitas serta daya saing mereka.

Di sisi lain, pemerintah dinilai berhasil menjaga stabilitas stok pangan nasional di tengah ketidakpastian global. Stabilitas stok dianggap sebagai fondasi utama ketahanan nasional saat risiko krisis pangan dunia meningkat.

Pimpinan Komisi IV lainnya, Alex Indra Lukman, turut menilai reformasi distribusi pupuk pemerintah sebagai salah satu langkah yang berdampak langsung pada biaya produksi petani. Simplifikasi alur distribusi dan penurunan harga pupuk hingga 20% disebut memperkuat arah pembangunan pertanian berkelanjutan

“Pemerintah menunjukkan keberpihakan yang konsisten kepada petani kecil dan menengah,” kata Alex.

Ia juga menyoroti kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kilogram yang disertai jaminan pembelian oleh negara. Kebijakan ini membuat Bulog mencatatkan stok beras tertinggi dalam sejarah sekaligus memastikan pembayaran petani berlangsung tepat waktu. Alex menilai langkah tersebut memutus ketergantungan petani pada tengkulak dan meningkatkan posisi tawar mereka di pasar.

Ke depan, Alex menekankan pentingnya menjaga keberlanjutan capaian sektor pangan dengan memperkuat koordinasi, memperluas penggunaan teknologi pertanian modern, dan mengokohkan ketahanan pangan jangka panjang. Ia memastikan Komisi IV DPR RI berkomitmen mendukung regulasi yang memperkuat kedaulatan pangan nasional. Komisi juga mengapresiasi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan tim yang bekerja merealisasikan kebijakan pangan Presiden Prabowo.