Periskop.id - CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Rosan Roeslani menegaskan, pihaknya masih terus mengkaji berbagai opsi skema penyelesaian utang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang dikelola PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC). Menurutnya, penyelesaian masih dalam tahap evaluasi internal dan belum dilakukan komunikasi formal dengan pihak manapun, termasuk Kementerian Keuangan.

“Kami sedang mengevaluasi, kami lagi mencari opsi-opsi, kan selalu ada opsi satu, opsi dua. Dan memang, ini kan melibatkan banyak kementerian lain,” ujar Rosan ditemui usai menghadiri Forbes CEO Global Conference di Jakarta, Selasa (14/10). 

Rosan menjelaskan, proses pengambilan keputusan di Danantara dilakukan secara terstruktur dan terukur. Pihaknya akan duduk bersama dengan kementerian terkait untuk menentukan opsi terbaik sebelum menyampaikan hasilnya kepada publik.

“Jadi harapannya kami kan biasanya duduk dulu, evaluasi, opsi mana yang terbaik. Kalau kami kan sistem pekerjaannya seperti itu. Jadi semuanya itu terstruktur, terukur, kemudian apa hasilnya baru kami bicara ke publik,” ucap Rosan.

Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria sebelumnya telah mengungkapkan dua skema yang sedang dikaji. Pertama, melalui penambahan ekuitas atau suntikan dana tambahan.

Kedua, dengan mengambil alih infrastruktur proyek dan menjadikannya aset negara, sebagaimana model kepemilikan pada industri perkeretaapian lainnya.

“Apakah kemudian kita tambahkan equity yang pertama atau kemudian memang ini kita serahkan infrastrukturnya sebagaimana industri kereta api yang lain, infrastrukturnya itu milik pemerintah,” kata Dony di Jakarta, Kamis (9/10).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak akan digunakan untuk menanggung utang proyek kereta cepat. Ia mendorong agar pembiayaan diselesaikan oleh Danantara, yang dinilai memiliki kapasitas manajerial dan finansial memadai.

“Kalau dibuat Danantara kan mereka sudah punya manajemen sendiri, sudah punya dividen sendiri yang rata-rata setahun bisa Rp80 triliun atau lebih. Harusnya mereka manage dari situ, jangan sampai kita lagi,” kata Purbaya, Jumat (10/10).

Purbaya menambahkan, pemerintah ingin memisahkan peran antara swasta dan pemerintah, dalam pembiayaan proyek infrastruktur agar beban fiskal tidak terus meningkat.