Periskop.id - Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menyatakan, pemerintah saat ini tengah mengejar target belanja sebesar Rp1.292,7 triliun dalam tiga bulan terakhir tahun 2025.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, belanja pemerintah pusat (BPP) terealisasi sebesar Rp1.589,9 triliun per 30 September 2025, setara 59,7% dari proyeksi senilai Rp2.663,4 triliun. Nilai itu terdiri dari belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp800,9 triliun dan belanja non-K/L Rp789 triliun.

“Kami mendorong kementerian/lembaga (K/L) untuk mempercepat belanja dengan tetap memperhatikan seluruh tata kelola dan efisiensi dari kegiatan,” kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Oktober 2025 di Jakarta, Selasa.

Dia merinci belanja pegawai terealisasi sebesar Rp237,2 triliun atau 77,8% dari proyeksi. Anggaran tersebut disalurkan untuk gaji dan tunjangan sebesar Rp155,1 triliun dan tunjangan kinerja Rp82,1 triliun.

Kemudian, belanja barang sebesar Rp277,9 triliun atau 58,2% dari proyeksi, belanja modal Rp173,1 triliun atau 50,3% dari proyeksi, dan belanja bantuan sosial (bansos) Rp112,7 triliun atau 75,5% dari proyeksi.

“Belanja modal perlu percepatan, memang biasanya dari tahun ke tahun selalu meningkatnya di triwulan keempat, khususnya November dan Desember. Kami sudah menyampaikan kepada seluruh K/L untuk percepatan belanja modal ini, termasuk untuk pembangunan infrastruktur,” ujar Suahasil.

Sementara bila dilihat secara sektoral, belanja pendidikan terealisasi sebesar Rp411,7 triliun atau 56,8% dari pagu Rp724,3 triliun. Lalu, anggaran kesehatan Rp132,4 triliun atau 60,6% dari pagu Rp218,5 triliun; ketahanan pangan Rp81,2 triliun atau 56,1% dari pagu Rp144,6 triliun; serta pembangunan infrastruktur Rp170,1 triliun atau 42,3% dari pagu Rp402,4 triliun.

Adapun belanja yang digelontorkan untuk program prioritas pemerintah pusat terealisasi sebesar Rp480,4 triliun atau 51,6% dari pagu Rp930,7 triliun.

Realisasi itu termasuk untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dan Penerima Bantuan Iuran (BPI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kemudian, Cek Kesehatan Gratis, Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda, stabilisasi harga dan produksi, serta pembangunan sarana dan prasarana publik.

Pemerintah, lanjutnya, bakal mengambil sejumlah langkah untuk optimalisasi pelaksanaan belanja. Termasuk mempercepat pelaksanaan kegiatan/proyek dan pengadaan barang dan jasa (BPJ); monitoring rencana penggunaan dana dan mendorong pembiayaan termin kegiatan sesuai dengan jadwal; serta menginventarisasi kendala untuk mitigasi.

Penarikan Utang

Terlepas dari penyerapan belanja yang masih seret, pemerintah sendiri sudah melakukan penarikan utang sebesar Rp501,5 triliun per 30 September 2025. Angka tersebut setara 68,6% dari target di APBN 2025 senilai Rp775,9 triliun.

“Kami terus melakukan pembiayaan yang sifatnya memitigasi risiko. Kami melakukan secara sangat terukur dan melakukan berbagai macam hubungan dengan investor untuk memastikan pembiayaan utang kita on track,” kata Suahasil.

Suahasil menjelaskan, sumber pembiayaan utang terbagi menjadi dua jenis, yaitu pembiayaan dalam bentuk valuta asing (valas) dan rupiah. Pemerintah telah menerbitkan surat berharga negara (SBN) dalam bentuk valas yang ditujukan bagi investor internasional. SBN valas yang diterbitkan bersifat dual currency dengan nilai sebesar US$1,85 miliar dan 600 juta euro.

Tingkat imbal hasil yang diperoleh cukup kompetitif, dengan minat permintaan mencapai lebih dari US$9,4 miliar dan 1,2 miliar euro. Selain di pasar global, pemerintah juga terus menjaga stabilitas pasar SBN domestik. Imbal hasil SBN rupiah menunjukkan tren penurunan, dari 6,98% pada awal tahun menjadi sekitar 6,09% pada Oktober 2025.

“Penurunan yang cukup tinggi, sehingga kita bisa menurunkan beban biaya utang kita,” ujar Suasahil.

Bila dibandingkan dengan US Treasury 10 tahun, selisih imbal hasil (spread) juga menyempit dari 240-260 basis poin (bps) pada awal tahun menjadi sekitar 206 bps. Tren ini, imbuhnya, mencerminkan tingkat kepercayaan investor yang meningkat terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

Di samping pembiayaan utang, pemerintah juga melaksanakan pembiayaan non-utang, yang utamanya berbentuk pembiayaan investasi. Beberapa program utama di antaranya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang dikelola oleh BP Tapera dengan realisasi Rp24,7 triliun untuk 190 ribu unit rumah bersubsidi. Lalu, pembiayaan pendidikan Rp26,7 triliun untuk LPDP dan Sekolah Unggul Garuda; serta pembiayaan untuk Perum Bulog Rp22 triliun.

Dengan realisasi pembiayaan utang dan non-utang, maka total pembiayaan anggaran pemerintah per 30 September 2025 adalah sebesar Rp458 triliun, setara 69,2% dari proyeksi Rp662 triliun.