Periskop.id - Harga emas melonjak hampir 3% pada hari Senin (10/11) menyentuh level tertinggi dalam lebih dari dua minggu belakangan.

Kenaikan tersebut dipicu oleh data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang melemah sehingga semakin memperkuat keyakinan pasar bahwa Federal Reserve (The Fed) akan segera menurunkan suku bunga. Kondisi tersebut meningkatkan daya tarik emas di kalangan investor sebagai aset lindung nilai yang tidak memberikan imbal hasil.

Wakil Presiden sekaligus Senior Metals Strategist di Zaner Metals, Peter Grant, menyatakan bahwa data ekonomi yang melemah pekan lalu membuat pasar semakin mendukung suku bunga rendah (dovish) terhadap kebijakan The Fed, dan Ia menilai kemungkinan pemotongan suku bunga pada Desember masih terbuka.

Adapun, emas spot (XAU/USD) naik 2,85% ke USD4.115,41 per troy ons setelah menyentuh level tertinggi sejak 24 Oktober lalu. Merujuk pada data di bulan Oktober 2025, ekonomi AS mengalami penurunan jumlah lapangan kerja, terutama di sektor pemerintahan dan ritel, sementara sentimen konsumen pada awal November melemah akibat kekhawatiran terhadap prospek ekonomi.

Sementara, berdasarkan data dari Chicago Mercantile Exchange (CME) FedWatch, pasar memperkirakan kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga pada Desember sekitar 64% dan peluang tersebut naik menjadi sekitar 77% pada Januari.

"Dalam situasi suku bunga rendah dan ketidakpastian ekonomi, emas yang tidak memberikan imbal hasil semakin menarik bagi investor," kata laporan tersebut dikutip Reuters, Selasa (11/11).

Di lain sisi, Peter Grant memproyeksikan bahwa harga emas bakal bergerak di kisaran USD 4.200 hingga USD 4.300 per troy ons hingga akhir tahun dan bisa menembus sekitar USD 5.000 per troy ons pada kuartal I 2026.

Sementara itu, Senate of the United States mulai mengambil langkah untuk membuka kembali pemerintahan federal yang telah ditutup (shutdown) selama 40 hari.