periskop.id - Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Laode Sulaeman memastikan pemerintah tidak akan memberikan tambahan kuota impor bahan bakar minyak (BBM) untuk para pengelola stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta.

Seperti dilansir Antara, Sebagai gantinya, pemerintah akan mendorong sinkronisasi pasokan dengan PT Pertamina (Persero).

“Tidak ada. Sinkronisasi (impor) dengan Pertamina,” ucap Laode Sulaeman, Selasa (9/9).

Arahan tersebut disampaikannya dalam sebuah rapat yang dihadiri oleh perwakilan Shell, BP AKR, dan Vivo. 

Dalam pertemuan itu, Laode meminta agar para pengelola SPBU swasta dapat menyerap BBM yang diimpor oleh Pertamina, sesuai dengan instruksi Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.

Terkait kualitas, Laode menjamin adanya kesesuaian standar mutu BBM karena spesifikasinya telah diatur dalam regulasi yang dikeluarkan oleh Ditjen Migas.

“Jadi, ini (kualitas) sudah diatur, harusnya tidak ada isu dengan spesifikasinya,” kata Laode.

Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah sebelumnya telah memberikan penambahan volume impor BBM bagi SPBU swasta sebesar 10 persen dari total impor tahun lalu.

“Dan diharapkan badan usaha swasta bisa memanfaatkan kelebihan volume ini untuk mendistribusikan BBM gasoline-nya, bensinnya,” tuturnya.

Namun, menurut Laode, terjadi perubahan dinamika pasar pada tahun 2025. Terjadi pergeseran konsumsi dari masyarakat yang sebelumnya menggunakan BBM bersubsidi seperti Pertalite, kini beralih ke BBM nonsubsidi.

Dinamika inilah yang diyakini menjadi penyebab utama lonjakan permintaan BBM di SPBU swasta, yang pada akhirnya memicu kelangkaan di beberapa lokasi.

“Sebenarnya ini dinamika konsumsi saja, yang tadinya banyak pengguna RON 90 (Pertalite), shifting (berpindah) ke RON lain,” jelas Laode.

Pertemuan ini sendiri merupakan yang pertama kalinya digelar bersama seluruh operator SPBU, baik BUMN maupun swasta, untuk membahas persoalan impor BBM secara komprehensif.