Periskop.id - Gerakan Milenial Indonesia Emas 2045 (GMIE 2045), menyatakan keprihatinan mendalam atas praktik rangkap jabatan yang muncul dalam kepemimpinan Danantara, superholding strategis yang mengelola aset triliunan rupiah milik negara.

“Bagi kami di GMIE 2045, rangkap jabatan bukan hanya persoalan etika, tetapi juga menyangkut profesionalisme, transparansi, dan kepercayaan public,” kata Ilham Abraham Mansyur, Ketua Umum GMIE 2045 dalam keterangannya, Selasa (9/9). 

Menurutnya, seorang CEO Danantara semestinya fokus penuh pada mandat besar yang diemban, yakni mengelola BUMN strategis untuk kepentingan bangsa. “Ketika terjadi rangkap jabatan, potensi konflik kepentingan dan penurunan kinerja menjadi ancaman nyata,” serunya.

GMIE 2045, kata ilham, pun mendesak tiga poin yang perlu diperhatikan pemerintah. Pertama, pemerintah perlu meninjau kembali aturan dan praktik rangkap jabatan, khususnya di posisi strategis seperti Danantara.

Kedua, transparansi harus diperkuat, agar publik tahu secara jelas siapa yang benar-benar bekerja untuk kepentingan nasional. Ketiga, GMIE 2045

siap mengawal isu ini melalui jalur advokasi dan kajian hukum, termasuk opsi judicial review, jika praktik rangkap jabatan terbukti bertentangan dengan undang-undang.

“Generasi muda Indonesia tidak ingin melihat pengelolaan kekayaan negara yang seharusnya menjadi modal menuju Indonesia Emas 2045, justru tersandera oleh kepentingan jangka pendek atau praktik yang tidak sehat,” tuturnya. 

Putusan MK
Sejatinya, belum lama ini, Mahkamah Konstitusi (MK) sendiri secara tegas melarang wakil menteri untuk merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, komisaris atau direksi pada perusahaan negara maupun swasta, atau pimpinan organisasi yang dibiayai APBN maupun APBD.

Larangan tersebut tertuang dalam putusan MK untuk Perkara Nomor 128/PUU-XXIII/2025 yang diucapkan pada 28 Agustus 2025. Putusan tersebut secara eksplisit menambahkan frasa “wakil menteri” ke dalam norma Pasal 23 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

MK menyatakan, Pasal 23 Undang-Undang Kementerian Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai sebagaimana yang tertuang dalam amar putusan.

Dengan adanya putusan ini, Pasal 23 UU Kementerian Negara kini berbunyi: “Menteri dan wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai: a. pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; b. komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta; atau c. pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan/atau APBD”.

Menanggapi hal ini, Chief Executive Officer (CEO) Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara Indonesia) Rosan Roeslani pun menyatakan, pihaknya akan mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Rosan menegaskan, Danantara akan mengikuti keputusan ini sebagai bagian dari komitmen terhadap tata kelola perusahaan yang baik. 

“Sesuai dengan keputusan tersebut, sesuai dengan kata kelola perusahaan yang baik yang benar. Tapi pada intinya kita akan ikuti semua keputusan itu,” kata Rosan