periskop.id - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyampaikan Pemerintah Indonesia belum sepenuhnya sejalan dengan beberapa prinsip dalam Belèm Gender Action Plan (GAP) yang diadopsi pada Konferensi Perubahan Iklim (COP30). Ketidakselarasan tersebut terutama dipicu perbedaan penggunaan terminologi data.
"Pada Belèm Gender Action Plan yang diadopsi, dokumen ini masih mencerminkan sejumlah perbedaan prinsip yang belum sepenuhnya selaras dengan hukum dan peraturan nasional kami," kata Deputi Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Ary Sudijanto, saat penutupan COP30, di Belém, Brasil, Sabtu (22/11).
Ary menjelaskan Indonesia menyayangkan usulan penggunaan terminologi yang sesuai hukum nasional tidak diakomodasi. Indonesia menolak penggunaan istilah "data terpilah berdasarkan gender dan usia".
Penolakan tersebut didasarkan fakta terminologi "gender" tidak diakui dalam kerangka kebijakan nasional. Indonesia lebih memilih menggunakan istilah "data terpilah berdasarkan jenis kelamin dan usia".
Meskipun demikian, Indonesia tetap berkomitmen mendukung keberhasilan implementasi Belém Gender Action Plan.
Pelaksanaan GAP, menurut KLHK, harus didorong oleh proses nasional masing-masing negara. Selain itu, implementasi wajib dipandu oleh prinsip Common But Differentiated Responsibility (CBDR-RC) serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip CBDR-RC adalah konsep tanggung jawab bersama yang berbeda dalam bobotnya. Kesepakatan ini pertama kali diperkenalkan dalam Konvensi Rio 1992.
Ary Sudijanto menambahkan, bagi Indonesia, isu kesetaraan gender tidak dapat dipisahkan dari agenda pemberdayaan perempuan yang lebih luas.
Pendekatan ini diharapkan memastikan GAP memberikan manfaat yang berarti bagi perempuan dan anak perempuan yang terdampak oleh perubahan iklim.
"Melalui GAP ini, Indonesia menegaskan kembali komitmen kuatnya dan berharap dapat terus memajukan integrasi kesetaraan gender ke dalam Rencana Aksi Nasional Gender dan Perubahan Iklim (RAN-GPI) 2024–2030," kata Ary Sudijanto.
Indonesia juga menunjukkan komitmen finansial. Negara ini mengalokasikan lebih dari separuh anggaran iklim nasionalnya, mencapai US$2,5 miliar per tahun.
Dana tersebut dikhususkan untuk mendukung UMKM hijau, asuransi pertanian, dan pengembangan infrastruktur berketahanan iklim.
Penutupan COP30 baru dilakukan pada Sabtu (22/11) waktu setempat, menyusul insiden kebakaran di zona biru pada Kamis sebelumnya yang sempat menunda sejumlah jadwal negosiasi.
Tinggalkan Komentar
Komentar