periskop.id - Pengadilan Brasil menjatuhkan hukuman 27 tahun 3 bulan penjara kepada mantan Presiden Jair Bolsonaro atas tuduhan merencanakan kudeta. Putusan ini dibacakan oleh panel pertama Mahkamah Agung Federal, Kamis (11/9), dan menjadi keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah politik negara tersebut.
Melansir Antara, Jumat (12/9), Bolsonaro, yang memimpin Brasil pada periode 2019–2023, dinyatakan bersalah karena berupaya menggulingkan pemerintahan sah melalui rencana kudeta. Ia kalah dalam pemilihan presiden 2022 dari Luiz Inácio Lula da Silva, dan hanya berselang sepekan setelah pelantikan Lula, kerusuhan besar pecah di ibu kota Brasilia.
Pada 8 Januari 2023, ribuan pendukung Bolsonaro menyerbu gedung Kongres, Mahkamah Agung, dan istana kepresidenan. Aksi ini memicu kekacauan nasional dan menjadi salah satu serangan paling serius terhadap demokrasi Brasil sejak berakhirnya rezim militer pada 1985. Polisi menangkap sekitar 2.000 orang pada hari itu.
Penyelidikan yang berlangsung berbulan-bulan mengungkap dugaan keterlibatan Bolsonaro dan sejumlah mantan pejabat pemerintahannya. Pada November 2024, Kepolisian Federal Brasil secara resmi mendakwa Bolsonaro dengan tuduhan mengorganisir kudeta dan menjalankan organisasi kriminal untuk merusak tatanan demokrasi.
Majelis hakim menyatakan bukti-bukti yang diajukan jaksa menunjukkan adanya koordinasi sistematis untuk melemahkan legitimasi hasil pemilu 2022. Strategi ini mencakup penyebaran klaim kecurangan tanpa bukti, mobilisasi massa, dan upaya memengaruhi aparat keamanan.
Vonis ini memicu reaksi beragam di Brasil. Pendukung Bolsonaro menilai putusan tersebut bermotif politik, sementara kelompok pro-demokrasi menyebutnya sebagai langkah penting untuk menegakkan supremasi hukum. Pemerintah Lula menegaskan bahwa proses hukum berjalan independen sesuai konstitusi.
Kasus ini menjadi preseden penting karena untuk pertama kalinya seorang mantan presiden Brasil dijatuhi hukuman penjara atas upaya menggulingkan pemerintahan sah. Para pengamat menilai, putusan ini akan menjadi ujian bagi ketahanan demokrasi Brasil di tengah polarisasi politik yang tajam.
Bolsonaro sendiri belum memberikan pernyataan resmi pasca vonis. Tim kuasa hukumnya menyatakan akan mengajukan banding, namun proses tersebut diperkirakan akan memakan waktu panjang dan tetap menempatkan mantan presiden itu dalam sorotan publik internasional.
Tinggalkan Komentar
Komentar