periskop.id -Hamparan sawah Desa Namang, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah riuh akan suara lesung yang bertalu-talu, para petani menumbuk padi, asap tipis mengepul dari tumpukan jerami yang dibakar di tengah, sementara anak-anak sekolah mengayun batang padi seolah menidurkan bayi. Suasana itu menjadi bagian dari pesta adat Murok Jerami yang kembali digelar pada Selasa (9/9).
Tradisi tahunan warisan suku Mengkanau ini telah berlangsung ratusan tahun, meski kini komunitasnya menjadi minoritas. Sejarah mencatat, sekitar 350 tahun lalu, Desa Namang dikenal sebagai Kampung Mengkanau, dihuni oleh masyarakat yang mendiami pedalaman hutan Pelawan dan diyakini sebagai keturunan masa kejayaan Sriwijaya.
Melansir Antara, Rabu (10/9), kehidupan mereka dahulu sangat dekat dengan alam. Hutan menyediakan rotan, kayu, dan obat-obatan, sementara sawah dan ladang menghasilkan padi serta umbi-umbian. Dari pola hidup inilah lahir Murok Jerami, sebuah ritual syukur kepada bumi yang memberi kehidupan.
Kini, jejak budaya itu semakin samar. Bahasa asli Mengkanau jarang terdengar, tergantikan bahasa Melayu Bangka. Namun, satu tradisi yang tetap bertahan adalah ritual syukur panen yang setiap tahun digelar di sawah desa.
Prosesi Murok Jerami dimulai dengan menebar padi, mengayunkannya seperti bayi, berdoa bersama, membakar jerami, lalu menumbuk padi di lesung. Setiap tahap memiliki makna: jerami yang dibakar melambangkan pelepasan beban, padi yang diayun sebagai penghormatan, dan suara lesung sebagai simbol kebersamaan.
Bagi warga Namang, padi bukan sekadar bahan pangan, melainkan sumber kehidupan. Mereka percaya, memperlakukan padi dengan hormat akan membawa hasil panen yang lebih baik. Nilai ini diwariskan turun-temurun sebagai wujud rasa syukur yang sederhana namun mendalam.
Bupati Bangka Tengah, Algafry Rahman, menegaskan bahwa Murok Jerami bukan hanya prosesi adat.
“Nilai kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap alam yang terkandung dalam tradisi ini masih sangat relevan untuk kehidupan masyarakat modern,” ujarnya.
Pengakuan Murok Jerami sebagai Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) Nasional pun menjadi momentum penting. Dengan legitimasi ini, tradisi Suku Mengkanau diyakini dapat berkembang menjadi ikon budaya daerah dan berpotensi dikenal hingga mancanegara.
Kepala Bidang Pariwisata Disbudparpora Bangka Tengah, Budi Randa, menyebut Murok Jerami sebagai agenda wisata budaya yang unik.
“Dari sekian banyak tradisi Bangka Tengah, hanya ritual ini yang telah diakui secara nasional, sekaligus menegaskan bahwa Murok Jerami tidak hanya bernilai lokal tetapi juga menjadi bagian dari warisan bangsa,” katanya.
Tradisi ini juga menguatkan identitas Namang sebagai desa agrowisata, yang dikenal dengan hutan Pelawan, madu pelawan, dan padi merah organik.
Panen yang dikaitkan dengan adat dianggap lebih berkah, bahkan produk padi merah kini diminati pembeli dari luar daerah, memberi tambahan penghasilan bagi petani dan membuka peluang usaha bagi warga.
Meski Suku Mengkanau kini minoritas, Murok Jerami menjadi bukti bahwa tradisi dapat hidup berdampingan dengan modernitas. Ia bukan sekadar seremoni, melainkan napas panjang yang menjaga eksistensi, memperkuat identitas, dan menghubungkan generasi lama dengan generasi baru.
Tinggalkan Komentar
Komentar