periskop.id - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menekankan penerapan nilai $\alpha$ (alfa) dalam penetapan upah minimum harus dilakukan secara bijaksana. Langkah ini dinilai krusial untuk memastikan keselarasan antara upah, produktivitas, dan kapasitas sektor usaha.

"Dengan mengintegrasikan indikator ekonomi ke dalam formula pengupahan, kebijakan yang dihasilkan akan lebih obyektif, terukur, dan berkelanjutan dalam jangka panjang," ujar Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Darwoto saat media briefing Apindo di Jakarta, Selasa (25/11).

Apindo menilai nilai alfa, sebagai indeks kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi, perlu ditetapkan secara proporsional.

Penetapan ini wajib menyesuaikan kondisi spesifik setiap daerah. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi tidak hanya dipengaruhi tenaga kerja, tetapi juga faktor modal, teknologi, dan efisiensi produksi.

Darwoto menjelaskan penghitungan besaran alfa di suatu wilayah idealnya mempertimbangkan kondisi rasio Upah Minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (UM/KHL).

Pemerintah perlu meneliti secara cermat apakah rasio tersebut berada di atas atau di bawah rata-rata nasional.

"Pendekatan berbasis data ini akan menghasilkan kebijakan upah yang lebih objektif dan berkeadilan," tutur Darwoto.

Dunia usaha berharap pemerintah mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dengan matang saat menentukan nilai alfa. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan antara kepentingan pekerja dan keberlanjutan bisnis.

Penetapan nilai alfa yang proporsional dinilai mampu menjaga stabilitas dan daya saing. Hal ini sangat vital bagi sektor industri, khususnya sektor padat karya yang sensitif terhadap lonjakan biaya tenaga kerja.

Selain itu, Apindo menegaskan indikator ekonomi dan produktivitas harus menjadi variabel utama dalam penetapan nilai alfa.

Hal ini sejalan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXI/2023. Putusan tersebut menyoroti pentingnya keseimbangan antara peningkatan kesejahteraan pekerja dan kelangsungan dunia usaha.