periskop.id - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menegaskan keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi merupakan hak prerogatif mutlak yang tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga mana pun.

“Hak prerogatif Presiden tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh lembaga lain karena kekuasaan tersebut diberikan langsung oleh UUD 1945 untuk memastikan Presiden dapat menjalankan tugasnya secara efektif,” kata Johanis Tanak, Selasa (25/11).

Tanak menjelaskan landasan hukum rehabilitasi tersebut tercantum jelas dalam Pasal 14 UUD 1945. Dalam regulasi tertinggi negara ini, kepala negara memiliki wewenang memberikan grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung.

Selain itu, Presiden juga berhak memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Konsekuensi dari aturan konstitusi tersebut, lembaga antirasuah tidak memiliki celah hukum untuk mengintervensi keputusan Presiden.

“Dengan demikian, KPK pun tidak dapat mengintervensi keputusan presiden untuk memberikan rehabilitasi terhadap Ira Puspadewi dan dua terdakwa lainnya,” ujar Tanak.

Sebelumnya, pengumuman mengenai rehabilitasi ini disampaikan dalam konferensi pers bersama di Istana Kepresidenan Jakarta. Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Mensesneg Prasetyo Hadi, dan Seskab Teddy Indra Wijaya.

Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan langkah ini bermula dari aspirasi dan laporan masyarakat terkait dinamika di tubuh ASDP. Komisi Hukum DPR kemudian melakukan kajian mendalam terhadap perkara yang bergulir sejak Juli 2024 itu.

Hasil kajian hukum DPR tersebut kemudian diserahkan kepada pemerintah. Dasco mengonfirmasi Presiden Prabowo telah resmi menandatangani surat rehabilitasi untuk tiga nama yang terseret kasus tersebut.

Sebagai informasi, Ira Puspadewi sebelumnya telah divonis pidana penjara selama empat tahun enam bulan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Kamis (20/11).

Vonis serupa juga dijatuhkan kepada dua direksi lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono. Keduanya masing-masing menerima hukuman empat tahun penjara.

Majelis hakim saat itu menyatakan para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Tindakan mereka terkait kerja sama operasi (KSO) antara PT ASDP dan PT JN dinilai merugikan negara hingga Rp1,25 triliun.