periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua orang tersangka terkait kasus dugaan rasuah pengerjaan proyek fiktif di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Pembangunan Perumahan (PP). Penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.
“Setelah penyelidikan dan penyidikan, berdasarkan kecukupan alat bukti KPK menetapkan tersangka, yaitu DM dan HNN,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Selasa (25/11).
Asep mengungkapkan identitas kedua tersangka tersebut adalah pejabat strategis di perusahaan pelat merah itu. Mereka adalah Didik Mardiyanto (DM) selaku Kepala Divisi Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT PP, dan Herry Nurdy Nasution (HNN) selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis terkait tindak pidana korupsi.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Regulasi ini telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Selain itu, penyidik juga menyertakan juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP serta Pasal 64 Ayat (1) KUHP dalam sangkaan tersebut.
Guna kepentingan penyidikan lebih lanjut, Asep memastikan kedua tersangka langsung menjalani penahanan. Masa penahanan tahap pertama akan berlangsung selama 20 hari.
“Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai dengan 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” tutur Asep.
Kronologi kasus ini bermula saat KPK memulai penyidikan perkara dugaan pengadaan fiktif di Divisi EPC PT PP pada 9 Desember 2024.
Dua hari berselang, tepatnya pada 11 Desember 2024, lembaga antirasuah tersebut langsung bergerak cepat dengan mencegah DM dan HNN bepergian ke luar negeri.
Pada 20 Desember 2024, KPK mengumumkan penetapan tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan penghitungan sementara, aksi lancung para tersangka diduga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp80 miliar.
KPK juga sempat mengungkap modus operandi yang digunakan para pelaku pada 16 Oktober 2025.
Modus tersebut melibatkan penyalahgunaan identitas pegawai harian lepas yang bekerja di PT PP. Data identitas tersebut dimanipulasi untuk proses pencairan dana pengadaan fiktif yang tidak pernah terealisasi.
Tinggalkan Komentar
Komentar