periskop.id - Harga minyak turun sekitar 1% pada Jumat (22/11) waktu setempat (Sabtu waktu Jakarta), menutup perdagangan di level terendah sebulan terakhir. Penurunan ini terjadi seiring upaya Amerika Serikat (AS) mendorong kesepakatan damai Rusia-Ukraina yang berpotensi meningkatkan pasokan minyak global, sementara ketidakpastian terkait suku bunga AS membatasi selera risiko investor.
Melansir Reuters, Sabtu (22/11), harga kontrak berjangka Brent turun 82 sen atau 1,3% menjadi US$62,56 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun 94 sen atau 1,6% menjadi US$58,06 per barel. Kedua acuan minyak ini tercatat turun sekitar 3% sepanjang pekan dan mencapai penutupan terendah sejak 21 Oktober 2025.
Sentimen pasar menjadi negatif karena Washington mendorong rencana perdamaian antara Ukraina dan Rusia untuk mengakhiri perang yang sudah berlangsung tiga tahun. Sementara itu, sanksi terhadap produsen minyak Rusia, Rosneft (ROSN.MM) dan Lukoil (LKOH.MM), dijadwalkan mulai berlaku pada Jumat.
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy, memperingatkan pada Jumat bahwa Ukraina berisiko kehilangan martabat dan kebebasannya, atau dukungan Washington, atas rencana perdamaian yang diajukan oleh AS. Proposal tersebut, menurut Presiden AS Donald Trump, sebaiknya diterima Kyiv dalam waktu satu minggu.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, mengatakan pada Jumat bahwa usulan perdamaian AS untuk Ukraina bisa menjadi dasar penyelesaian konflik, tetapi jika Kyiv menolak rencana tersebut, pasukan Rusia akan bergerak lebih lanjut.
Kesepakatan damai ini bisa memungkinkan Rusia mengekspor lebih banyak bahan bakar. Berdasarkan data energi federal AS, Rusia adalah produsen minyak mentah terbesar kedua di dunia setelah AS pada 2024.
“Dengan berita pembicaraan ini muncul bersamaan dengan diberlakukannya sanksi AS terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia hari ini, pasar minyak melihat sedikit kelegaan terhadap risiko pasokan minyak Rusia,” ujar Jim Reid, Managing Director Deutsche Bank. Namun, kesepakatan damai masih jauh dari pasti.
“Kesepakatan jauh dari kepastian,” kata analis ANZ dalam catatan kepada klien, menambahkan bahwa Kyiv berkali-kali menolak tuntutan Rusia sebagai hal yang tidak dapat diterima.
“Pasar juga mulai skeptis bahwa pembatasan terbaru terhadap perusahaan minyak Rusia Rosneft dan Lukoil akan efektif,” tambah mereka. Lukoil memiliki waktu hingga 13 Desember untuk menjual portofolio internasionalnya yang besar.
Penguatan dolar AS (DXY) juga menekan harga minyak. Nilai tukar greenback mencapai level tertinggi enam bulan terhadap sekeranjang mata uang lain, membuat minyak yang dihargakan dalam dolar lebih mahal bagi banyak pembeli global.
Mengenai suku bunga AS, Presiden Fed Dallas, Lorie Logan, menyarankan untuk menahan suku bunga untuk sementara waktu sambil menilai sejauh mana biaya pinjaman saat ini menahan ekonomi. Presiden Fed Boston, Susan Collins, menyatakan kebijakan saat ini berada di posisi yang tepat, menandakan skeptisisme terhadap kebutuhan pemotongan suku bunga lagi pada pertemuan bulan depan.
Presiden Fed New York, John Williams, mengatakan bank sentral masih bisa memangkas suku bunga “dalam waktu dekat” tanpa mengganggu target inflasi. Suku bunga yang lebih rendah berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak.
Di berita ekonomi lain, aktivitas pabrik AS melambat ke level terendah empat bulan pada November karena harga yang lebih tinggi akibat tarif impor menahan permintaan, sehingga terjadi penumpukan barang tak terjual yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Tinggalkan Komentar
Komentar