periskop.id - Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Selasa, melanjutkan penurunan pada sesi sebelumnya. Tekanan datang dari menguatnya prospek kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina, yang memicu ekspektasi pelonggaran sanksi, serta rilis data ekonomi China yang mengecewakan.

Melansir Reuters, Selsa (16/12), harga minyak mentah Brent turun 35 sen atau 0,6% menjadi US$60,21 per barel pada pukul 03.50 GMT. Sementara itu, minyak mentah Amerika Serikat jenis West Texas Intermediate (WTI) turun 30 sen atau 0,5% ke level US$56,52 per barel.

“Minyak mentah melemah seiring pasar mempertimbangkan munculnya tanda-tanda optimisme tercapainya kesepakatan damai antara Rusia dan Ukraina,” tulis analis ANZ dalam sebuah catatan.

“Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa sanksi terbaru Amerika Serikat terhadap perusahaan minyak Rusia pada akhirnya akan dicabut, sehingga menambah pasokan di pasar yang sebenarnya sudah kelebihan suplai,” lanjut ANZ.

Amerika Serikat disebut menawarkan jaminan keamanan bergaya NATO bagi Kyiv. Di sisi lain, para negosiator Eropa melaporkan adanya kemajuan dalam pembicaraan pada Senin untuk mengakhiri perang Rusia di Ukraina. Langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya ini memicu optimisme bahwa perundingan semakin mendekati kesepakatan untuk mengakhiri konflik. Meski demikian, kesepakatan terkait konsesi wilayah masih belum tercapai.

Tekanan tambahan juga datang dari data ekonomi China yang dirilis pada Senin. Analis pasar IG Tony Sycamore mengatakan data tersebut memperkuat kekhawatiran bahwa permintaan global belum cukup kuat untuk menyerap pertumbuhan pasokan minyak yang terjadi belakangan ini.

Data resmi menunjukkan pertumbuhan output pabrik China melambat ke level terendah dalam 15 bulan. Penjualan ritel juga hanya tumbuh pada laju paling lambat sejak Desember 2022, saat pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Kondisi ini memicu kekhawatiran bahwa strategi China yang mengandalkan ekspor untuk menutupi lemahnya permintaan domestik mulai kehilangan daya dorong. Perlambatan ekonomi akan semakin menekan permintaan energi di negara pembeli minyak terbesar dunia tersebut, di tengah meningkatnya penggunaan kendaraan listrik yang sudah lebih dulu menekan konsumsi bahan bakar minyak.

Faktor-faktor tersebut menutupi kekhawatiran terkait pasokan setelah Amerika Serikat menyita sebuah kapal tanker minyak di lepas pantai Venezuela pada pekan lalu.

Para pedagang dan analis menilai melimpahnya stok minyak di penyimpanan terapung, serta lonjakan pembelian minyak Venezuela oleh China sebagai antisipasi terhadap sanksi, turut membatasi dampak pasar dari langkah penyitaan tersebut.