periskop.id - Mata uang rupiah ditutup menguat tipis pada perdagangan Kamis (11/12/2025), setelah sebelumnya sempat mencatat penguatan yang lebih signifikan. Rupiah sore ini ditutup di level Rp16.676 per US$, menguat 12 poin dari penutupan sebelumnya di level Rp16.689. 

Sebelumnya, rupiah sempat menguat 20 poin di level Rp16.676. Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas, Ibrahim Assuaibi, menilai pergerakan rupiah hari ini dipengaruhi oleh kombinasi faktor eksternal dan domestik.

“Pergerakan rupiah hari ini cenderung menguat tipis karena pasar menunggu dampak dari pemotongan suku bunga The Fed dan sekaligus mencermati kondisi ekonomi domestik. Untuk perdagangan besok, rupiah diprediksi masih fluktuatif dengan rentang Rp16.670–Rp16.710,” ujar Ibrahim, Kamis (11/12).

Dari sisi eksternal, keputusan The Fed memotong suku bunga menjadi 3,50%-3,75% seperti yang diperkirakan, menjadi level terendah dalam tiga tahun terakhir. Pemungutan suara Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) berakhir 9-3, dengan Gubernur Christopher Waller memilih pemotongan 50 bps, sementara Jeffrey Schmid dan Austan Goolsbee memilih mempertahankan suku bunga tidak berubah.

Ketua Fed Jerome Powell menyatakan, para pembuat kebijakan membutuhkan waktu untuk melihat bagaimana tiga pemotongan suku bunga Fed tahun ini berdampak pada perekonomian AS.

Selain itu, pasar juga mencermati perkembangan geopolitik yang memengaruhi harga minyak global. Sebuah kapal tanker, Skipper, dicegat di dekat perairan Venezuela dalam operasi terkoordinasi yang melibatkan Penjaga Pantai AS, FBI, dan Departemen Keamanan Dalam Negeri. Presiden AS Donald Trump menegaskan, kapal tersebut adalah terbesar yang pernah ditahan di bawah penegakan sanksi AS, yang berpotensi menambah premi risiko pasokan minyak global.

Di sisi domestik, Bank Pembangunan Asia (ADB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk 2025 menjadi 4,9% dari sebelumnya 5%, dan untuk 2026 dari 5,1% menjadi 5%. 

“Pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia ini sejalan dengan turunnya perkiraan pertumbuhan kawasan ASEAN. Faktor utamanya adalah ketidakpastian perdagangan akibat tarif tinggi AS yang membebani pertumbuhan domestik,” kata Ibrahim.

Meski demikian, ADB mencatat pertumbuhan ekonomi kuartal III 2025 tetap solid di 5,0% secara tahunan. Aktivitas manufaktur juga membaik, dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) berada di atas level ekspansi 50 selama Agustus-Oktober.

“Belanja pemerintah meningkat berkat eksekusi anggaran yang lebih baik serta stimulus, tetapi laju investasi dan konsumsi rumah tangga mulai melambat setelah penguatan sebelumnya,” imbuh Ibrahim.