periskop.id - Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM) resmi meluncurkan program Kampung Rekonsiliasi dan Damai (Redam) di Jakarta, Jumat (14/11), sebagai upaya menciptakan perdamaian di wilayah-wilayah yang rawan konflik sosial.

Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai, telah melakukan koordinasi dengan pihak intelijen dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mengidentifikasi daerah yang memiliki potensi konflik. 

"Pembangunan Kampung Redam dimulai dengan pemetaan wilayah konflik besar di seluruh Indonesia, termasuk Ambon, Aceh, Lampung, Poso, serta sejumlah daerah di Kalimantan dan Papua," kata Pigai melansir Antara.

Pigai menekankan, Indonesia sebagai negara yang multi-etnik, multi-suku, multi-ras, multi-wilayah, dan multi-bahasa, memiliki beragam komunitas adat dan budaya. Karena itu, konflik antar individu, kelompok sosial, dan komunitas kerap terjadi.

Dalam program Kampung Redam, tim dari KemenHAM akan ditempatkan di wilayah yang ditunjuk untuk membangun rekonsiliasi. 

"Jika di suatu daerah terdapat dua konflik atau dua kelompok dengan pandangan berbeda, kedua-duanya akan dilibatkan dalam tim," ujar Pigai.

Tim ini akan dipantau dan dibina selama 3–5 tahun hingga rekonsiliasi dan perdamaian benar-benar terjalin. Setelah kondisi damai tercapai, pengelolaan wilayah akan diserahkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten setempat.

Lebih jauh, Pigai menegaskan bahwa Kampung Redam tidak hanya fokus pada penyelesaian konflik. Program ini juga bertujuan memastikan hak dasar masyarakat terpenuhi, seperti sandang, pangan, dan papan. Pihak KemenHAM akan melakukan identifikasi berbagai kondisi sosial dan ekonomi, termasuk angka pengangguran, kemiskinan, buta huruf, serta tingkat kematian ibu dan anak di wilayah tersebut.

"Kami meninjau seluruh patologi sosial dan ekonomi agar setiap Kampung Redam bisa benar-benar menjadi wilayah yang damai dan sejahtera," tambah Pigai.