periskop.id - Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jakarta terus menunjukkan tren peningkatan. Data terbaru dari Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta mencatat, wilayah Jakarta Timur menjadi daerah dengan laporan terbanyak sepanjang 2025.
“Jakarta Timur menjadi wilayah dengan jumlah laporan terbanyak, yaitu 552 kasus tahun 2025 hingga hari ini,” ujar Kepala Dinas PPAPP DKI Jakarta Iin Mutmainnah dikutip dari Antara, Senin (1/12).
Mayoritas kasus di Jakarta Timur berupa kekerasan psikis, seperti perundungan (bullying), ejekan, kritik berlebihan, hingga body shaming. Bentuk kekerasan non-fisik ini dinilai semakin marak, terutama melalui media sosial.
“Ini tanda bahwa kekerasan non-fisik makin meningkat dan pemulihannya sangat tidak mudah. Anak bisa depresi, sulit berkembang sesuai usianya, tidak percaya diri, bahkan berisiko bunuh diri. Kasus di Cilangkap beberapa waktu lalu terjadi karena depresi,” jelas Iin.
Selain kekerasan psikis, laporan terbanyak kedua adalah kekerasan seksual, disusul Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan kekerasan fisik. Data Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) Pulogadung mencatat, sejak awal tahun hingga 1 Desember 2025, terdapat 2.088 laporan kekerasan di seluruh wilayah DKI Jakarta.
Dari jumlah tersebut, 969 korban merupakan perempuan dewasa, 772 anak perempuan, dan 347 anak laki-laki. Angka ini menunjukkan bahwa perempuan masih menjadi kelompok paling rentan terhadap kekerasan. Meski demikian, Iin menilai meningkatnya laporan justru menjadi sinyal positif.
“Warga DKI sudah semakin cerdas dan berani angkat bicara (speak up). Mereka tidak lagi menganggap kekerasan sebagai aib,” ucapnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sendiri terus menggencarkan kampanye 16 hari anti kekerasan terhadap perempuan dan anak. Rangkaian kegiatan ini dimulai dengan kick off oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Rano Karno bersama Komnas Perempuan dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Balai Agung pada 22 November lalu.
Iin berharap kampanye ini dapat meningkatkan kesadaran publik sekaligus memperkuat komitmen menjadikan Jakarta sebagai kota global yang inklusif dan aman bagi semua.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak tentu menjadi hal yang perlu kita sikapi agar terus melakukan upaya pencegahan,” tambahnya.
Menurut PPAPP, terdapat lima faktor utama yang memicu tingginya kasus kekerasan di ibu kota. Pertama, tekanan ekonomi keluarga yang sering berujung pada konflik rumah tangga. Kedua, pola asuh yang kurang memadai akibat kesibukan orang tua dan minimnya pengetahuan parenting positif.
Faktor ketiga adalah paparan gawai dan media sosial yang memperlihatkan konten negatif dan kekerasan, terutama pada remaja. Keempat, lingkungan sosial yang kurang peduli terhadap isu kekerasan. Terakhir, pernikahan dini dan ketimpangan gender yang masih kuat menjadi penyebab dominan kekerasan terhadap perempuan muda.
Laporan UNICEF 2024 juga menunjukkan bahwa Indonesia termasuk negara dengan angka kekerasan anak yang cukup tinggi di Asia Tenggara.
Sekitar 2 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan fisik atau psikis. Data ini memperkuat urgensi kampanye pencegahan yang kini digencarkan Pemprov DKI Jakarta.
Tinggalkan Komentar
Komentar