periskop.id - Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Chrisna Satriagasa menyoroti tentang penyebab banjir dan longsor yang terjadi di tiga provinsi Sumatra, yaitu Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar). Ia menyebut, bencana Sumatra terjadi karena kombinasi antara kerusakan hutan masif dan anomali iklim global yang berdampak parah terhadap tanah Sumatra. 

Menurut Satriagasa, secara biofisik, Sumatra memiliki lanskap yang sangat rentan terhadap bencana. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS), geomorfologi, dan struktur Bukit Barisan menjadikan daerah ini rawan longsor dan banjir bandang di bagian barat dan banjir luapan di wilayah timur. Jika hutan tak dijaga dengan baik, bencana alam akan berdampak parah. 

“Hutan memiliki peran besar sebagai pengendali daur air, pengurang erosi dan sedimentasi, dan penyedia jasa lingkungan lain. Ketika deforestasi dan alih fungsi lahan terjadi, jasa lingkungan itu hilang. Kerentanan yang besar berubah menjadi bencana alam yang tidak terbendung lagi,” kata Satriagasa, kepada Periskop, Sabtu (6/12).

Cuaca Ekstrem dan Siklon Tropis Perburuk Kondisi

Menurut Satriagasa, fenomena cuaca ekstrem yang memicu hujan deras beberapa hari terakhir menjadi salah satu dampak dari perubahan iklim. Ia menyampaikan, berdasarkan banyak publikasi ilmiah, pemanasan global berhubungan dengan peningkatan terbentuknya siklon tropis di wilayah yang sebelumnya hampir mustahil, termasuk dekat garis khatulistiwa.

“Peningkatan suhu permukaan laut mendorong terbentuknya low pressure area yang menyimpan uap air sangat besar. Secara hukum fisika Clausius-Clapeyron, setiap kenaikan 1 derajat Celcius suhu udara membuat atmosfer mampu menampung 7% lebih banyak uap air. Itu sebabnya hujan ekstrem semakin sering terjadi,” jelas dosen yang akrab disapa Gasa itu. 

Satriagasa juga mengungkapkan, pemanasan global dapat turut mengaktifkan beberapa fenomena atmosfer secara bersamaan, seperti Madden Julian Oscillation (MJO), Kelvin Wave, dan Rossby Equatorial Wave. Fenomena ini memicu terjadinya curah hujan sangat tinggi di wilayah Sumatra.

“Ketika semua faktor atmosfer itu aktif secara bersamaan, intensitas hujan meningkat tajam (termasuk di Sumatra),” tutur dia.

Hutan Rusak, Kemampuan Meredam Bencana Melemah

Satriagasa menilai, kombinasi cuaca ekstrem dan hutan yang telah terdegradasi membuat Sumatra kehilangan kemampuan alaminya untuk meredam banjir. Kerusakan ekologis selama beberapa dekade membuat daya serap air menurun drastis sehingga air hujan langsung berubah menjadi limpasan permukaan yang memicu banjir besar.

“Dengan kerusakan ekologis yang terus terjadi, kemampuan lanskap Sumatra untuk meredam kejadian ekstrem sudah jauh berkurang. Inilah yang membuat bencana Sumatra ini tidak lagi bisa dibendung,” tegas Satriagasa.