periskop.id - Anggota Komisi IV DPR Daniel Johan mengungkapkan sebanyak empat perusahaan yang disegel dan tujuh pemegang hak atas tanah (PHAT) yang diduga menjadi penyebab banjir Sumatra harus dikenakan sanksi pidana.

Daniel mengatakan, pemerintah harus mendorong penegakan hukum sampai ke ranah pidana, bukan hanya administratif. Sebab, kerusakan hutan yang dilakukan perusahaan telah berdampak langsung pada bencana ekologis.

"Perusahaan-perusahaan ini sudah merusak hutan dan menyebabkan banjir besar. Ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, ini kejahatan lingkungan. Karena itu, mereka harus dibawa ke ranah hukum pidana agar ada efek jera yang nyata," kata Daniel, di Jakarta, Jumat (12/12).

Daniel menegaskan, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) untuk membuka identitas perusahaan dan pihak terkait yang telah disegel tersebut. Langkah ini menjadi bentuk transparansi yang menjadi elemen penting agar publik mengetahui pihak bertanggung jawab.

"Jangan ada yang ditutup-tutupi. Tidak boleh ada tebang pilih," tutur dia.

Siapa pun pihak yang melanggar harus ditindak tegas, tanpa perlu melihat latar belakang. Negara juga wajib berdiri di pihak rakyat dan lingkungan, bukan melindungi pelaku perusakan hutan.

Daniel berharap pemerintah bergerak cepat melanjutkan proses hukum dan memastikan pemulihan kawasan hutan yang rusak. Aparat penegak hukum juga harus bekerja secara profesional dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik dan kekuatan modal.

“Penegakan hukum lingkungan harus tegak lurus. Jika kita biarkan, bencana akan terus berulang, dan masyarakat kembali jadi korban,” ungkap Daniel.

Diketahui, BNPB memperbarui data korban terdampak bencana banjir dan longsor tiga provinsi, yaitu Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat. Data terbaru yang dihimpun BNPB, hampir 1.000 orang meninggal dunia akibat bencana ini.

Berdasarkan data resmi dari laman BNPB, per Jumat (12/12), BNPB mencatat sebanyak 990 korban meninggal dunia, 222 orang hilang, dan 5.400 orang luka-luka. 

Dari data korban tersebut, secara rinci, BNPB mencatat jumlah korban meninggal dunia berdasarkan provinsi, yaitu sebanyak 343 di Sumut, sejumlah 407 di Aceh, dan sebanyak 240 di Sumbar.