Periskop.id - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Bimo Wijayanto menyatakan, pembaruan kerja sama dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, menyasar optimalisasi penerimaan pajak. DJP akan memanfaatkan integrasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Digital ID.

Digital ID atau Identitas Kependudukan Digital (IKD), mengutip Permendagri Nomor 72 Tahun 2022, merupakan KTP-el yang digunakan untuk merepresentasikan Dokumen Kependudukan. Termasuk data balikan dalam aplikasi digital melalui gawai yang menampilkan Data Pribadi sebagai identitas yang bersangkutan.

“Dengan adanya Digital ID, informasi yang terkait variabel individu yang bersangkutan akan makin kaya. Jadi, makin bisa mengandung informasi-informasi yang dibutuhkan dalam kerangka optimalisasi penerimaan pajak,” kata Bimo dikutip Jumat (1/8).

Bimo pun menyinggung soal Payment ID yang akan diluncurkan oleh Bank Indonesia (BI) pada 17 Agustus mendatang. Menurut dia, baik Payment ID maupun kolaborasi DJP dengan Dukcapil merupakan wujud dari arah kebijakan Indonesia menuju pemerintahan digital atau e-government.

“Referensinya adalah Peraturan Presiden terkait dengan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (Perpres Nomor 95 Tahun 2018),” ujar Bimo.

Maka dari itu, lanjut Bimo, integrasi data dalam sistem pemerintahan akan terus dilakukan ke depannya. Dengan begitu, layanan publik dapat terlaksana dengan lebih cepat, pasti dan murah.

“Memang (Perjanjian Kerja Sama/PKS) setiap tiga tahun sekali itu kami perbarui. Kemarin kami perpanjang lima tahun sekali. Ini merupakan nota kesepamahan yang memang berjalan dan kami revisi secara berkala,” tuturnya.

Diberitakan sebelumnya, DJP dan Dukcapil menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) pada 29 Juli 2025. Kerja sama tersebut mencakup validasi data Nomor Induk Kependudukan (NIK), pemutakhiran data kependudukan dan pemberian layanan face recognition untuk mendukung administrasi dan pengawasan perpajakan.

Menurut Bimo, PKS ini merupakan bagian dari komitmen dalam melaksanakan reformasi perpajakan, memperkuat tata kelola administrasi perpajakan, dan meningkatkan efektivitas pelayanan publik.

Transaksi Digital

Pemantauan transaksi digital masyarakat sendiri sejatinya juga akan dilakukan lewat program Payment ID yang diinisiasi Bank Indonesia. Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI Dudi Dermawan Saputra dalam Editor’s Briefing di Nusa Tenggara Timur (NTT), Jumat (18/7) menuturkan, Pengembangan Payment ID telah tertuang dalam Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2030.

Payment ID merupakan unique identifier berjumlah sembilan karakter yang dihasilkan dari data kependudukan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK). Identitas ini dirancang untuk mengonsolidasikan informasi keuangan individu, mulai dari rekening perbankan hingga akun dompet digital (e-wallet).

Melalui Payment ID, lembaga keuangan dapat mengetahui profil nasabah secara lebih akurat. Namun, hal ini hanya dapat dilakukan dengan persetujuan aktif (consent) dari nasabah sebagai pemilik data.

Secara teknis, lembaga keuangan atau pihak ketiga lainnya yang ingin mengakses informasi nasabah harus mengajukan permintaan melalui sistem Infrastructure Exchange Application (IAEA) milik BI.

Selanjutnya, BI akan mengirimkan notifikasi kepada pemilik data untuk meminta persetujuan. Jika disetujui, data seperti riwayat transaksi (payment history) dan profil nasabah akan dibagikan kepada lembaga tersebut.

Akses data pun menurutnya hanya diberikan kepada pihak yang berwenang dan tidak dapat disebarkan lebih lanjut tanpa izin dari BI. Proses verifikasi identitas dilakukan melalui kerja sama dengan Ditjen Dukcapil untuk memastikan keabsahan data NIK, serta dengan BPS dalam kerangka pemadanan data sosial ekonomi melalui sistem Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).