periskop.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan belum diterapkannya langkah hukum paksa terhadap Bupati Pati, Sudewo, dalam kasus suap di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
Keterlibatan Sudewo diduga tidak hanya pada satu, melainkan beberapa klaster proyek sekaligus.
“Jadi, yang bersangkutan itu tidak hanya di proyek yang itu (jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso). Jadi, di hampir seluruh proyek itu ada perannya, sehingga kami harus menunggu penanganan perkara yang lainnya,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Jakarta, Jumat (15/8) seperti dilansir Antara.
Asep Guntur menambahkan, strategi penyidikan terhadap mantan anggota DPR RI itu akan menyatukan berbagai klaster yang ada. Hal ini dilakukan agar penanganan perkaranya menjadi satu kesatuan yang utuh dan efektif.
“Untuk dia, bisa nanti sekaligus untuk penanganannya. Jadi, tidak hanya nanti, satu, misalkan di Solo Balapan-Kadipiro, nanti satu Tegal-Solo, seperti itu, enggak. Jadi, kalau orangnya sama, itu akan disatukan untuk penanganan perkaranya,” jelasnya.
Nama Sudewo sebelumnya telah mencuat dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, pada 9 November 2023.
Dalam sidang tersebut, jaksa KPK membeberkan bukti foto penyitaan uang sekitar Rp3 miliar dari kediaman Sudewo. Namun, Sudewo membantah temuan itu, termasuk tudingan penerimaan dana lain sebesar Rp720 juta dan Rp500 juta.
Kasus korupsi di lingkungan DJKA ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilaksanakan KPK pada 11 April 2023.
Sejak saat itu, lembaga antirasuah telah menjerat total 15 tersangka per 12 Agustus 2025, termasuk dua korporasi.
Tersangka terbaru adalah seorang aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub berinisial RS.
Dugaan korupsi ini menyangkut sejumlah proyek strategis, antara lain pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, proyek di Makassar, serta beberapa proyek konstruksi dan supervisi di Lampegan, Cianjur, Jawa Barat, hingga perbaikan perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.
Modus yang terungkap adalah adanya rekayasa dalam proses lelang untuk mengatur pemenang tender.
Tinggalkan Komentar
Komentar