periskop.id - Penunjukan kembali Hasto Kristiyanto sebagai Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan untuk periode 2025–2030 menjadi sorotan politik nasional. Keputusan tersebut diambil langsung oleh Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, melalui rapat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) yang digelar pada Kamis, 14 Agustus 2025. 

“Ibu Megawati adalah formatur tunggal yang menentukan format kepengurusan,” ujar anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Aria Bima melansir Antara, Jumat (15/8).

Aria Bima menilai bahwa pemilihan Hasto merupakan bagian dari strategi memperkuat soliditas internal partai, terutama dalam menghadapi tantangan politik di usia ke-80 tahun Indonesia. Ia menyebut bahwa partai nasional yang kuat sangat dibutuhkan untuk menjaga stabilitas demokrasi. 

Legislator PDIP lainnya, Andreas Hugo Pareira, menambahkan bahwa rekam jejak Hasto dalam tiga kali kemenangan PDIP di pemilu menjadi salah satu pertimbangan Megawati. 

“Ini kan kemenangan ketiga buat PDI Perjuangan dan Hasto ada di situ. Saya kira ini satu hal yang mungkin juga dipertimbangkan oleh Ibu Megawati,” ujarnya.

Meski Hasto kembali menjabat, isu regenerasi tetap mengemuka. Ketua DPP PDIP, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menegaskan bahwa regenerasi tetap berjalan di tubuh partai. 

“Silakan lihat kepala daerah, anggota legislatif dari PDI Perjuangan. Untuk mengelola partai dalam situasi sulit seperti sekarang, dibutuhkan kematangan,” tuturnya.

Deddy juga menekankan bahwa regenerasi adalah urusan internal partai, bukan tekanan dari pihak luar. Ia menyebut bahwa regenerasi telah terjadi di berbagai level, mulai dari DPRD hingga presiden. Penunjukan Hasto juga dianggap sebagai simbol keteguhan PDIP dalam menghadapi tekanan politik. 

“Soal sekjen itu menunjukkan bahwa PDIP tidak bisa ditekan-tekan, dikriminalisasi. Ini adalah pesan kuat dari Bu Mega. Kami siap bertarung melawan kekuasaan yang menindas,” tegas Deddy.

Namun, perjalanan Hasto menuju jabatan ini tidak lepas dari kontroversi. Ia sempat divonis 3 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp250 juta karena terbukti terlibat dalam kasus suap terkait pengganti antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Meski tidak terbukti menghalangi penyidikan, ia tetap menjalani hukuman sebelum akhirnya menerima amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.