Periskop.id - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian mengungkapkan, dirinya telah menegur langsung Bupati Pati Sudewo terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250%.
“Saya langsung telepon Pak Bupati Pati (Sudewo), Pak Gubernur Jawa Tengah (Ahmad Luthfi). Saya tanyakan kenapa mekanismenya seperti itu,” katanya saat ditemui di Jakarta Utara, Kamis (14/8).
Dia mengaku juga menanyakan apakah kebijakan tersebut telah diperhitungkan atau tidak. Pada akhirnya, kebijakan tersebut dicabut oleh Bupati Pati.
Mantan Kapolri itu mengungkapkan, pihaknya tengah meneliti kenaikan PBB tersebut lantaran peraturan dari bupati mengenai nilai jual objek pajak (NJOP) dan PBB tidak sampai pada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Jadi peraturan daerahnya memang dibuat oleh DPRD, tapi bersifat umum dan penentuan tarifnya oleh kabupaten dan kota. Penentuan angka NJOP dan PBB itu ditentukan oleh bupati dan wali kota dengan konsultasi. Yang me-review adalah gubernur. Makanya, tidak sampai ke saya, tapi ke gubernur,” tuturnya.
Maka dari itu, ujar Tito, pada siang ini pihaknya akan melaksanakan pertemuan secara daring bersama seluruh kepala daerah, untuk mengidentifikasi daerah mana saja yang mengalami kenaikan PBB.
"Ini harus betul-betul melihat salah satu klausul dari Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) itu bahwa setiap kebijakan daerah yang bersifat anggaran, misalnya pajak dan retribusi, itu harus ada proses sosialisasi. Kedua, mempertimbangkan betul dampak serta kemampuan ekonomi masyarakat. Ini yang kami nilai," ujarnya.
Seperti diketahui, Pada Rabu (13/8), warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, melakukan unjuk rasa menuntut Bupati Pati Sudewo mengundurkan diri dari jabatannya buntut dari polemik kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Aksi unjuk rasa warga tersebut digelar di kawasan Alun-alun Kota Pati, tepatnya di depan pintu masuk Pendopo Kabupaten Pati.
Massa dalam aksi tersebut mendesak Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya karena dinilai bersikap arogan. Aksi itu pun berujung kericuhan dan bentrokan hingga polisi mengambil tindakan represif.
Murni Kebijakan Daerah
Sementara itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi menyatakan, fenomena kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di sejumlah daerah merupakan kebijakan murni pemerintah daerah.
Hal itu disampaikan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, saat dikonfirmasi terkait tudingan kenaikan PBB-P2 di daerah sebagai dampak langsung dari kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat.
"Kalau mengenai tuduhan bahwa hal-hal yang dilakukan oleh beberapa pemerintah daerah ini terkait dengan kebijakan efisiensi, kami menganggap ini sebuah tanggapan yang prematur," cetusnya.
Menurut Hasan, efisiensi anggaran yang diterapkan sejak awal 2025 berlaku untuk seluruh 500-an kabupaten/kota dan seluruh kementerian/lembaga di tingkat pusat. Sehingga tidak dapat dikaitkan dengan satu kasus spesifik di daerah.
"Kalau ada kejadian spesifik, seperti di Kabupaten Pati, ini adalah murni dinamika lokal," ujarnya.
Ia menjelaskan kewenangan penetapan tarif PBB-P2 sepenuhnya berada di tangan pemerintah daerah, melalui peraturan daerah yang disepakati antara bupati/wali kota dan DPRD.
"Beberapa kebijakan tarif PBB bahkan sudah ditetapkan sejak tahun 2023 atau 2024 dan baru diimplementasikan pada 2025," kata Hasan menambahkan.
Menurut Hasan, kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat memiliki porsi sekitar 4-5 % dari total transfer dana pemerintah pusat ke daerah. "Satu peristiwa lebih baik dimaknai sebagai dinamika tingkat lokal. Efisiensi dari pusat itu porsinya hanya sekitar 4–5 % dari total anggaran yang dikelola pemerintah daerah," tuturnya.
Fenomena kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) terjadi di beberapa daerah. Di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, tarif sempat naik hingga 250% sebelum akhirnya dibatalkan.
Di daerah lain, Kabupaten Semarang mencatat kenaikan lebih dari 400%, sementara Kota Cirebon dan Kabupaten Jombang bahkan mencapai 1.000%. Lonjakan ini memicu protes warga dan mendorong sejumlah pemerintah daerah melakukan evaluasi kebijakan pajak tersebut.
Tinggalkan Komentar
Komentar